Underworld (Chapter 5)

by - 09.49.00

Uuugh, ada apa ini? Kenapa rasanya sangat sempit dan sesak? Tidak lagi nyaman untuk tidur, dan aku rasa sudah tercukupi kebutuhanku akan tidur yang lelap. Aku membuka mataku dan memutar kepalaku kebelakang. Hades masih terlelap di balik punggungku sambil memelukku. Pantas saja begini sesaknya, dia memelukku seperti aku adalah kado ulang tahun pertamanya seumur hidup. Begitu erat dan posesif, melingkarkan kedua tangannya di atas perutku.
Aku melepas kedua tangannya, kemudian  membalik tubuhku perlahan, agar tidak membangunkannya. Suara nafasnya teratur dan tenang, wajahnya yang pucat terlihat datar, cenderung kekanankan. Jantungku mulai berdetak aneh dan menimbulkan perasaan nyeri yang nikmat keseluruh tubuhku. Aku tergoda untuk menelusuri wajahnya dengan ujung jemariku. Kuletakkan jari telunjukku ditulang pipinya. Bergerak perlahan berpindah menuju hidungnya, dan kembali ke kelopak matanya. Alisnya hitam lebat seperti rambutnya, dahinya seperti pualam. Tidak ada lagi kerutan disana seperti biasa. Kupindah jemariku menelusuri kembali tulang hidungnya, menuju bibir merahnya. Bibir itu sedikit membuka saat aku meletakan jariku di atasnya. Lembut dan ada kehangatan disana. Bibir yang dengan kurang ajarnya pernah mencuri ciuman pertamaku. Aku melepas jemariku dari wajahnya, tapi tak kulepas pandanganku dari wajahnya.
Inikah laki laki yang tulus mencintaiku?
Hatiku menghangat ketika pertanyaan tak terundang itu menelisik benakku. Selama ini Hades memperlakukanku dengan baik dan sopan, tak mencoba melukai atau menodaiku. Ada pendar hangat dikedua bola matanya jika aku beradu pandang dengannya walau hanya sedikit. Rasa cemburunya yang tidak masuk akal dan perlakuan cuek-tapi-perhatiannya padaku. Menyelamatkan hidupku dari gembala ternaknya yang lebih buruk dari setan manapun. Seakan akan dia begitu memujaku, melindungiku dari semua bahaya. Aku cukup tersanjung dengan sikapnya terhadapku.
Sesaat Hades bergerak sedikit, megambil nafas panjang dan terbangun dari tidur. Matanya terbuka dan langsung terpancang pada mataku. Aku tersenyum tipis padanya. Kita masih terdiam, mungkin dia masih mengalami disorientasi pikiran setelah tidur agak lama.
“Persephone.” Akhirnya dia menemukan kesadarannya.
“Hai Hades,” aku kembali tersenyum tipis padanya.
“Bagaimana tidurmu? Nyamankah?”
“Sangat nyaman, sebelum kau melilitku dengan kedua tanganmu,” aku nyengir lebar. Memamerkan deretan gigiku kepadanya dan dia tersenyum sedikit geli.
“Maafkan kau. Aku tak sadar saat melakukannya.”
“Bukan masalah kok. Tenang saja.”
“Bolehkah aku memelukmu lagi?”
“Tidak, Hades. Kau punya banyak tugas hari ini.” Aku memanyunkan bibirku seperti kebiasaanku.
“Ahh, kau benar, gadis pintar. Aku ini memang dewa yang cukup sibuk.” Lagi lagi dia mengusap dagunya dengan gaya yang arogan dan matanya memancarkan kilatan jahil padaku.
“ Sombong sekali kau.”
“Aku hanya  bangga dengan pekerjaanku, nona.”
“Terserah apa katamu.”
Dia tersenyum separo padaku dan mengusap rambutku.
“Berganti pakaianlah, Persephone. Kau terlihat sungguh kotor.”
“Kalau begitu keluarlah dari sini.”
“Baiklah,” dia bangkit dari kasur dan berjalan menuju pintu. “Panggil aku jika kau sudah selesai. Ada sesuatu yang ingin aku sampaikan padamu.” Tanpa menunggu jawabanku dia langsung melangkah keluar dari kamar dan meuntup pintunya.
Aku berjalan perlahan menuju lemari pakaian dan memilih pakaian mana yang aku kenakan. Pilihanku jatuh pada gaun berwarna merah darah, pas di tubuhku lagi. Bagian lengannya panjang namun menerawang karena bahannya yang tipis. Di sekitar bagian dada dan selangka terdapat banyak kerutan dan sulaman benang emas yang rumit. Indah sekali gaun ini. Tidak membuat gerah dan nyaman memakainya.
Aku berjalan keluar kamar hendak menemui Hades. Aku membuka pintu dan dia sudah berada didepan pintu kamarku, memegang sebuah kotak hitam yang dilapisi kain beludru.
“Warna merah ternyata cocok juga di kulitmu. Kau terlihat berpijar hangat, sayang.”
“ Terimakasih,” semburan merah menyelubungi kedua pipiku.
“Berbaliklah.” Dia memerintahkanku dengan ekspresi yang datar.
“Apa? Mau apa kau, Hades?”
“Turuti saja perintahku.”
Aku berputar memunggunginya dengan penuh tanda tanya. Mau apa lagi dia?
“Sibakkan rambutmu kesamping.” Kuturuti lagi perintahnya, aku menyampirkan rambut panjangku ke bahu sebelah kiriku lagi lagi dengan penuh pertanyaan. Aku mendengar dia membuka kotak itu dan berjalan mendekatiku.
Tak terduga, dia mengalungkan sebuah liontin di leherku. Aku melihat liontin itu, Demi Gaia, liontin ini memiliki bandul dari berlian sebesar telur burung puyuh. Rantai emasnya seperti ular, mengkilap dibawah pendar lilin dan obor yang ada di lorong ini. Aku menyentuh berlian itu derngan takjub.
“Mengapa kau memberiku barang semewah ini?”
“Aku berjanji pada diriku sendiri untuk memberi kalung ini pada calon istriku. Aku telah menemukan seseorang yang tepat bagiku. Kau. Kaulah yang aku inginkan.”
“Apa ini tidak terlalu berlebihan, Hades?” aku terheran heran dengan hadiah ini.
“Aku menguasai dunia bawah dan sumber mineral yang terkandung di dalamnya. Berlian bukan hal sulit untuk di dapatkan di kerajaanku, Persephone. Pluton adalah nama lainku, yang mana artinya adalah kekayaan” senyum pongah terukir di wajahnya.
Aku mengerti, Raja yang kekayaannya tak dapat didefinisikan. Tapi bagaimanapun, ini hadiah yang sangat menyentuh.
“Liontin ini cantik sekali, Hades. Terimakasih.” Aku berjinijit dan mencium pipinya sekilas.
“Terimakasih kembali, Persephone.” Hades tersenyum tipis.
Kita terdiam sesaat dalam pikiran kita masing masing. Aku tenggelam dalam lamunanku. Apa yang akan ibu katakan seandainya dia tahu ada orang yang menyerahkan berlian sebesar ini sebagai hadiah? Tentu saja dia akan merenggut dan mengembalikannya kepada pengirimnya. Aku tak mau itu terjadi pada liontinku. Aku menggenggam liontin ini erat erat.
“Apa boleh aku mengajakmu berjalan jalan?”
“Kemana  kau akan membawaku?”
“Padang Asphodel.” Katanya datar.
“Mau apa kita di sana?”
“Tak ada. Hanya berjalan jalan saja.”
“Baiklah. Apa ini sejenis ajakan berkencan?”
“Teori yang menarik. Apakah ini yang disebut dengan berkencan?”
“Bisa jadi begitu. Entahlah.”
Hades menyunggingkan senyum paten miliknya. Senyum yang angkuh tapi aku mulai menyukainya. Dia menggamit tanganku tanpa bicara dan menarikku keluar dari istananya. Kita melewati sebuah kebun yang entah bagaimana bisa tumbuh di underworld seperti ini.
“Kau punya kebun?” aku sungguh takjub dengan fakta ini.
“Ya. Aku punya kebun delima. Hebat bukan?”
“Lagi lagi kau bersikap sombong,” aku menggerutu dan dia hanya tersenyum saja.
Kita berjalan melewati kebun ini. Kebun ini tidaklah luas, melewatinya tidak memakan banyak waktu. Aku masih menggenggam tangan Hades saat ada suara bergemerasak di belakang kami. Tubuhku menegang.
“Hades, apa itu? Apakah itu gembalamu?” aku mencicit ketakutan di balik punggung Hades. Ohh tidak tidak, aku tak mau bertemu dengan gembala Hades yang sinting itu!
Tapi Hades hanya memutar kepalanya sedikit dengan raut muka yang bosan. Mulutnya terbuka dan berteriak, “Askalafos! Berhenti membuat kegaduhan! Kau membuat calon ratumu ketakutan!”
Suara bergemerasak tadi seketika berhenti. “Siapa itu Askalafos, Hades?”
“Dia penjaga kebunku. Kau tak perlu khawatir, dia tak akan mengganggumu.”
Munculah Askalafos, dengan tubuhnya yang tegap namun wajahnya menunduk khidmat dan penuh penghormatan pada Hades. “Maafkan hamba, Yang Mulia. Hamba hanya sedang berpatroli di sekitar kebun.”
“Permintaan maafmu kuterima. Kembalilah bekerja.” Tukas Hades sedikit jengkel.
Askalafos mengangkat kepalanya sedikit dan menatap kearahku. Mata esnya mengamati wajahku dan ada sedikit gurat terkejut di wajahnya. “Yang mulia, diakah calon ratu hamba?” tanya Askalafos.
Hades menarikku dan memeluk pinggangku dari sampingku. “Ya, Askalafos. Dia kekasihku. Ratu Underworld.” Ada nada puas dari tutur katanya.
“Jika Hamba boleh bertanya, diakah putri Demeter yang jelita itu, Yang mulia?” matanya masih mengawasiku. Aku risih dengan tatapan matanya yang tajam, aku menundukkan kepalaku. Dan Hades melihat tatapan mata Askalafos tadi.
“Lancang sekali kau menatap kekasihku dengan tatapan tak sopan semacam itu!” bentak Hades dan matanya berkilat penuh amarah. Aku mengkeret ketakutan di samping Hades, pria ini tampaknya akan segera memuntahkan magmanya keluar. Askalafos berhenti menatapku dan kembali menunduk, merasa bersalah.
“Ampuni hamba, Tuan. Hamba tidak bermaksud tidak sopan kepadanya.” Askalafos memohon maaf sekali lagi pada Hades.
“Lalu, apa yang mengganggu pikiranmu?” tukas Hades jengkel.
“Dunia atas, Yang Mulia. Hamba hanya khawatir mengenai dunia atas..” Askalafos mengatupkan bibirnya dan tidak berani melanjutkan perkataannya. Hades berjengit sesaat. Alisnya terangkat dan gestur tubuhnya menampakan ketidak nyamanannya. Ada apa dengan dunia atas? Apa yang Hades sembunyikan?
Hades mengeluarkan senyum angkuhnya, tatapan gelapnya menguasai bola matanya. “Itu akan menjadi hal yang sangat menarik, Askalafos. Pergilah.”
Askalafos membungkukkan badannya, membalikan tubuh dan menghilang di balik rimbunnya kebun ini.
“Jangan bertanya apapun padaku, Peresphone. Paham?”
Curang sekali dia, melarangku bertanya mengenai hal sepenting ini.
“Aku hanya tak ada perdebatan di antara kita. Simpan saja pertanyaanmu, sebelum mulut pintarmu membuatku jengkel.”
Dia bahkan seakan membaca pikiranku. Jadi, sekarang siapa yang menjengkelkan? Aku mengatupkan bibirku. Benar benar sebal padanya. Kita berjalan dalam keheningan yang tidak nyaman. Aku membiarkan dia sibuk dengan pikirannya sendiri. Begitu juga aku. Aku mengamati sekelilingku, tak ada hal mengerikan seperti kejadian kemarin. Di sini begitu tenang. Aku jadi tergelitik untuk mengetahui dimana kita berada sekarang. Tapi ku tahan keinginanku, masih terlalu kesal untuk mengajaknya berbicara.
“Persephone?” Hades memanggilku hati hati.
“Apa?” Aku menjawab dengan galak. Bukannya tersinggung dia malah tertawa pelan.
“Kau harus melihat ekspresi wajahmu barusan. Kau sungguh seperti balita yang kelaparan. Benar benar menggelikan.” Kata Hades dengan riang.
“Berhentilah menggodaku, kau menyebalkan!” aku menyemburnya dengan jengkel. Hades hanya tersenyum sebelah dan menangkup pipi kananku. “Gadis pemarah, hentikan semua kejengkelanmu. Kita telah sampai di Padang Asphodel.”
Mataku membulat lebar dan aku mengedarkan pandangan kesekelilingku. Padang ini didominasi warna emas dari daun dan rerumputan yang menguning. Seperti ladang gandum ranum yang siap di panen. Banyak roh roh yang sedang melakukan aktifitas normal seperti di dunia. Ada yang sedang menggembala beberapa ekor domba. Ada yang sedang memotong rumput dan bahkan ada roh wanita yang sedang memetik bunga dan memakan beberapa di antaranya. Mereka tidak terlihat menakutkan, mereka terlihat manusiawi.
“Hades, apa yang mereka perbuat sampai mereka tidak tampak menderita di Underworld ini?” aku bertanya dengan heran.
“Mereka adalah roh roh yang memiliki kejahatan dan kebaikan yang imbang, netral. Di sini mereka melakukan tugas harian yang aku titahkan kepada mereka melalui tiga hakim pengadilanku.” Hades menjelaskan sambil menikmati Padang ini.
Aku berjalan, menelusuri rerumputan dengan tanganku. di dekatku nampak tumbuh sebatang bunga cantik berwarna merah yang semakin kepusat semakin berwarna lebih muda. “Bunga apa ini?”
“Itu bunga Asphodel, Persephone. Roh roh di sini menjadikannya makanan favorit.”
“Bolehkah aku memetiknya?” pintaku berharap.
“Sebanyak yang kau mau, nona.”
Aku tersenyum riang dan memetik bunga sambil bersenandung riang. Hades duduk di bawah pohon, memperhatikanku dari jauh selagi aku menumpuk belasan bunga cantik ini dilenganku. Setelah puas, aku kembali kedekat Hades dan duduk di dekatnya. Kumulai untuk merangkai beberapa bunga ini menjadi sebentuk mahkota untukku. Aku menggunakannya dan memamerkannya pada Hades.
“Bagaimana penampilanku?” aku tersenyum riang.
“Kau terlihat seperti vas bunga di dekat perapianku.” Wajahnya menampilkan ekspresi jijik yang kekanakan, namun ada kedut tawa di sudut bibirnya.
“Kau benar benar harus di ajarkan sopan santun. Dalam sehari kau sudah membuatku jengkel berpuluh puluh kali. Sungguh aku ingin menghabisi wajahmu, Hades.” Tukasku jengkel.
“Aku senang menggodamu.” Hades membela diri dengan wajah datar. “Kau terlihat menggemaskan saat marah.”
Aku memutar bola mataku. Dan Hades melihatnya. O ohh.
“Apa kau memutar bola matamu, Peresphone?”
“Tidak, Hades. Kau berhalusinasi saja.”
“Sudah aku katakan memutar bola mata itu sangat tidak sopan.” Dia menggerutu cukup keras.
“Mengatakan seorang gadis seperti vas bunga lusuh miliknya jauh lebih tidak sopan, Hades.”
“Kalau begitu, kita impas.”
“Ini bukan impas, ini pemaksaan kehendak, bodoh.”
“Aku tidak memaksakan kehendakku. Aku hanya memberi alternatif kata, Persephone”
Aku kesal dan melempar sekuntum buinga Asphodel padanya, dan bunga itu perlahan lahan mengering begitu mengenai jubah Hades.  “Selalu seperti itukah?” aku menunjuk kuntum bunga malang yang kini sudah layu itu.
Hades menjawab sambil lalu dan dengan keengganan yang nyata, “Ini jauh lebih baik. Dulu bunga yang menegenaiku akan segera berubah menjadi serbuk abu,” Hades menghadap wajahku dan menatap kedua mataku. “Aku hanya berharap bunga yang satu ini tidak akan layu atau menghilang jika berdekatan denganku.”
“Tidak layu ataupun hilang, hanya akan mengeluarkan bola bola api saat kau berusaha menggodanya lagi denga cara yang kekanankan.”
“Baguslah kalau begitu. Itu akan sangat menyenangkan, melawan bola bola api payahmu itu.” Hades menjepit ujung hidungku dengan keras. Aku mengaduh dengan lantang, tapi dia tak menghiraukannya.
“Hades! Ini sakit, tahu!” Aku menutup ujung hidungku, tampaknya hidungku memerah karena jepitan jari dinginnya.
“Aku tak peduli.” Hades hanya terkekeh pelan. Aku melotot ke arahnya. Menyebalkan!
“Kau benar benar gadis yang galak, Persephone.”
“Aku hanya akan bersikap manis jika kau tidak menyebalkan seperti ini.” Aku memanyunkan bibirku.
Hades lagi lagi hanya tersenyum singkat. Kami berdua kembali terdiam. Dia mengambil tanganku dan menggenggamnya erat. Tarikan nafasnya terdengar sangat tenang dan teratur.
“Apa warna kesukaanmu?” Tanya Hades dengan rasa ingin tahu. Pertanyaan yang tak terduga, sungguh. “Orange, cokelat dan biru. Mengingatkanku pada warna alam di dunia atas, Hades. Ada apa?”
“Begitu rupanya.” Hades mengangguk pelan. “Lalu bagaimana dengan bunga? Apa kau menyukai bunga? Bunga apa?”
Bibirku mencebik pelan, “Kau ini rabun atau bagaimana? Kau sudah lihat aku begitu bersemangat saat memetik berbagai macam bunga, bukankah itu sudah menjadi pertanda bahwa aku mencintai bunga? Aku suka semua jenis bunga. Tapi yang menjadi favoritku adalah bunga Lili.”
Kembali Hades menganggukan kepalanya. “Bunga Lili, baiklah.”
“Ada apa sebenarnya, Hades?”
“Tidak ada.” Hades kembali memasang wajah datar tanpa ekspresi, yang tak bisa di tawar lagi. Dia tak akan menjawab pertanyaanku. Aku merengut dan melepas pelan genggaman tangannya pada tanganku. kuambil beberapa batang bunga dan kembali merangkainya lagi, aku akan meletakannya di kamarku untuk memberi sentuhan warna pada ruangan itu.
“Sudah saatnya kita kembali, Peresphone.” Ia berdiri dan mengulurkan tangannya padaku. Aku mmenyambut tangannya dan kita berjalan beriringan menuju istananya.
Setelah beberapa waktu, kita akhirnya sampai ke istananya. Perjalanan kembali terasa lebih singkat di banding saat berangkat tadi. Aku lelah, tapi aku bahagia, underworld tidak seburuk yang selama ini di kisahkan.
“Hades, bolehkah aku membawa satu guci kecilmu ke kamarku? Aku ingin meletakan bungaku di sana.” Aku menunjukan rangkaian bungaku padanya.
“Silahkan saja, semua yang ada di sini adalah milikmu juga. Ambil yang kau suka.”
Aku berjalan menuju lemari besar yang berisi belasan guci cantik. Aku mengambil yang paling kecil namun berwarna paling cerah. Kuletakkan bungaku di guci ini, menatanya sebentar dan membawanya menuju kamarku. Kemana harus kutaruh guci ini? Aku mengedarkan pandangan kesekeliling kamarku, dan kuputuskan menaruh guci ini di atas perapian. Aku tersenyum senang, sekarang kamarku terlihat cantik.
Aku berjalan menuju meja rias dan bercermin. Wajahku memucat,mungkin karena lama tak tertimpa sinar matahari. Rambutku tak ada yang berubah, masih sama seperti dulu, coklat kemerahan seperti jalinan tembaga. Liontin yang diberikan oleh Hades masih saja memikatku. Aku menggenggam bandul kalung itu dengan takjub karena keindahan pendar pelangi yang di biaskan oleh berlian ini. Cantik sekali.
“Kulihat kau sangat meyukai hadiahku, bukan negitu, Persephone?”
Hades berdiri di ambang pintu kamarku, menyandarkan sebelah bahunya di kusen pintu itu. Wajahnya terlihat tenang dan mengamati wajah dan tubuhku dari ujung rambut hingga ujung kuku kakiku.
“Aku sudah pernah katakan kalau aku menyukainya, ini hadiah yang sangat cantik, Hades. “ aku tersenyum manis kepadanya. Hades berjalan mendekat ke arahku. Sambil berjalan ia berkata, “Berlian itu tak ada apa apanya di banding kecantikanmu.”
“Kau hanya menggombal, Hades. Predikat perayu ulung sejagat raya dapat tersemat di belakang namamu.”
Hades mengangkat sebelah alisnya, “Kau tak bisa berkata seperti itu, kalau kau bisa melihat apa yang aku lihat sekarang, kau akan mengerti mengapa aku memujamu. Kau sempurna.”
“Aku tak pernah mengerti kenapa kau begitu menyukaiku.” Aku menghembuskan nafas pelan, entah hal ini harus membuatku senang atau berduka. Kesukaannya padaku membuatku terpisah dari ibuku.
“Aku tidak menyukaimu, Persephone.” Kata Hades dengan datar. Aku mengangkat wajahku dan melihat kedua matanya. apa maksudnya itu?
“Aku mencintaimu. Suka tidak akan cukup untuk mendefinisikan perasaanku padamu.”
“Kenapa kau mencintaiku?” Aku bertanya dengan penuh tanda tanya dibenakku.
“Semua yang ada padamu, meracuni semua visi kehidupanku. Kecantikanmu, bernilai lebih daripada Aphrodite yang tidak berotak itu. Mulut cerdasmu begitu memikatku, kau menawarkan berbagai hal yang belum pernah aku cicipi sepanjang eksistensiku sebagai Raja dunia bawah.”
Dia maju mendekatiku lagi,kita hanya berjarak beberapa centimeter. Kedekatannya membuat jantungku menghangat, tubuh harumnya manis memabukkan. Dingin dan hangat. Suhu kita yang berbeda memunculkan aliran listrik tak terlihat diantara kita. Aku memeluk diriku sendiri, merasa tak nyaman. Ini rasa tak nyaman yang menyenangkan, aku ingin menjauh, tapi aku ingin mendekat. Serba salah, mukaku memerah. Kutundukkan kepalaku, menggigit bibirku.
Dia tak berbuat apa apa saat kita berdekatan seperti ini, hanya menatap mataku lewat rambutku yang terurai jatuh ke dahi,menutup sebagian mataku. Tangannya terulur dan menempelkannya pada wajahku, memalukan, wajahku terlihat begitu kecil diantara kedua tangannya.
Hades mengangkat wajahku dan mendekatkan wajahnya pada wajahku. Ia membawa bibirnya pada dahiku, menngecupnya dengan perlahan, seakan aku serapuh lapisan kaca tipis. Aku memejamkan mataku, merasakan nafasnya di rambutku, tangannya di kedua pipiku, bibirnya di dahiku.  Waktu berderak terlalu cepat, dia melepas bibirnya dari dahiku. Tidak tidak tidak, jangan lepas dariku!
“Ini sudah memasuki waktumu untuk beristirahat. Pergilah tidur.” Hades menempelkan dahinya pada dahiku sambil memejamkan matanya.
“Kau akan pergi kemana?” Aku merajuk sedih.
“Aku tidak akan kemana mana.” Hades mengangkat wajahnya dan tersenyum miring. “Tidurlah, Persephone. Mimpikan aku.”
Dia berbalik dan berjalan menuju pintu. Tersenyum sekilas sebelum meutup pintu kamarku. Kini aku sendirian di ruangan ini.
Kasur tak terlihat begiru menarik untukku sekarang, tapi kupaksakan tubuhku berbaring di kasur itu. Kelambunya sudah berganti, begitu juga seprainya. Menjadi berwarna merah marun, warna yang terlihat kontras dengan ruangan ini yang temaram.
Kupejamkan mataku, dan bayang Hades muncul dibalik kelopak mataku. Wajahnya pucat, bibir merahnya melekuk, menghipnotisku. Rambutnya mulai memanjang dari saat kita pertama bertemu. Penculikku mulai menyihirku dengan pesonanya, dan aku tak kuasa menolaknya. Aku merindukan sinar Helios di kulitku, tatapan penuh kasih ibuku, hewan liar yang mampir disekitarku. Tapi aku masih inigin berada di sini. Tempat ini mulai menyenangkanku, banyak hal baru yang dapat aku pelajari di sini. Ada secarik kebahagiaan, bersama pria yang baru aku kenal. Gila memang, tapi ini kenyataannya.
Aku menemukan kebahagiaan versi lain di sini.


****
To be continued :)

You May Also Like

0 komentar

Pengunjung yang baik selalu meninggalkan komentar :)