Aku
membuka kelambu dan masuk kedalam kenyamanan kasurku. Memejamkan mataku, merasa
dikuasai oleh rasa lelah setelah seharian mendampingi Hades. Lamarannya
berputar di kepalaku berkali kali.
Hades
bukan pria yang baik untuk semua orang. Jiwanya sudah segelap Tartarus,
begitulah kabar burung yang beredar. Tak pernah dia berbelas kasih kepada roh
roh yang datang ke Underworld. Egois
dan tak berperasaan. Dia menculikku, dan menebar pesonanya padaku hingga aku
terjerat. Dan aku tak bisa menghindar dari perangkapnya yang manis ini.
Aku
terus bergelung dalam kasurku, memikirkan matang matang semua pilihan yang ada.
Dan ternyata, yang ada hanyalah tak-ada-pilihan. Memang benar kata Hades, ibuku
jelas akan menolak bila ia datang kepadanya dan mengatakan ingin menikahiku,
tapi itu kan yang selalu di lakukan ibuku kepada setiap pria yang mendekatiku?
Jadi buat apa aku memikirkan pendapat ibuku?
“..Berhentilah
memikirkan pendapat orang lain, bahagiakanlah dirimu sendiri terlebih dahulu”
Kata
kata Hades terngiang di benakku. Selama ini aku bahagia bersama ibuku. Dia
memberi segala yang aku mau, kecuali cinta dari lawan jenis. Ia ingin agar aku
selalu menjadi miliknya. Dan Hades menawarkan kebahagiaan yang aku dambakan
itu, dengan penuh resiko tentu.
Cintakah
aku padanya? Ya, aku mencintainya. Sejujurnya aku bahagia di sini, bersamanya.
Mulut pembualku awalnya mengatakan kalau aku tak yakin aku akan bahagia di
sini. Semakin bergulirnya waktu, aku semakin tak yakin kalau aku tak bisa
bahagia di sini.
Aku
seperti memiliki dua kepribadian dan dua jiwa dalam satu tubuh. Dilema antara
tetap tinggal atau kembali, yang menyiksaku semakin dalam.
“Aku tak akan
membiarkan hal itu terjadi.”
Hades
tak akan membiarkanku menolak lamarannya atau melepaskanku ke upperworld. Membuat harapanku dapat
kembali semakin sempit. Menjalin hubungan dengannya sebagai kekasih tak sesulit
menjadi pengantin abadinya. Haruskah aku korbankan kemerdekaanku atas upperworld demi dapat berdampingan
dengan pria yang aku cintai?