Underworld (Chapter 1)
Ini
benar benar hari yang sempurna untuk menikmati indahnya bumi. Sinar matahari
sedang terasa begitu cerah. Pasti Helios sedang memiliki mood yang baik pagi
ini. Kereta kencana emasnya telah diperbaiki oleh Hephaistos. Keretanya patah
di bagian roda karena dipermainkan oleh beberapa Nimfa nakal. Hampir saja
kereta itu ‘pensiun’ dari pekerjaannya sehari hari, mengantar Helios memandu
matahari mengelilingi Gaia, sang bumi. Tak bisa dibayangkan bagaimana jika
kereta kencana Helios benar benar tidak dapat digunakan lagi. Habislah dunia
ini.
Aku
berhenti melamunkan soal kereta kencana milik Helios dan mulai berjalan keluar
dari kamar dan mengambil segelas air serta beberapa sendok madu di meja dapur.
Lezat seperti biasa. Hmm. Bosan rasanya di rumah. Aku berjalan menuju jendela
dan membukanya lebih lebar. Angin segar langsung meniup ramput di dahiku.
Sepertinya akan menyenangkan kalau berjalan disekitar rumah. Aku berjalan
menuju pintu depan rumah.
“Persephone,
mau kemana kau?”, suara ibuku mengagetkanku.
“Aku
hanya ingin jalan jalan sebentar kok, bu” aku tersenyum lembut. Ibu memang
sangat protektif terhadapku.terkadang ibuku memperlakukanku seperti balita
berusia 5 tahun ketimbang memperlakukanku seperti gadis berusia 20 tahun. Tapi
aku sangat menyayanginya. Dan dia tentu sangat mengasihiku. Mungkin karena aku
adalah putri tunggalnya sehingga dia begitu menjagaku dengan ketat.
“Berhati
hatilah diluar sana, My dear Phony. Banyak
hal buruk yang bisa terjadi padamu.”
“Mom, aku 20 tahun dan aku bisa menjaga
diriku sendiri.” Aku memanyunkan bibirku.
“Baiklah
kalau itu maumu. Pulanglah bila petang menjemput.”
“Ya
mom, aku takkan pergi jauh.”
“Rapikan
dulu penampilanmu, sayang. Kau terlihat seperti baru bangun dari kandang ayam.”
Aku
nyengir dan kembali kekamarku untuk mengambil selendang suteraku dan bersolek
sedikit. Oh, Persephone, lihat, kulitmu pucat sekali. Apa ini efek dari
kekurangan aktifitas diluar rumah? Entahlah. Dan, Oh! Lihat juga rambutmu. Berantakan
bukan main. Demi Aphrodite, betapa mengenaskannya penampilanku. Aku menyisir
rambut cokelat tembagakuku dengan jari jemariku. Nah, begini lebih baik. Aku
mengalungkan selendang sutraku dan berjalan dengan riang keluar rumah.
Bau
rerumputan segar langsung menyusup ke penciumanku. Hmm.. kemana aku harus pergi
hari ini?
Aku
berjalan menyusuri jalan setapak di depan rumahku. Bunga bunga tumbuh dan
melambai dengan tenangnya. Kupu kupu hinggap kesana kemari mencari nektar
disatu kelopak dan di kelopak lainnya. Cantiknya, aku jadi gemas dan berusaha
mengejar kupu kupu itu sambil tertawa riang. Aku mengejar kupu kupu itu sampai
ke ladang gandum yang mulai menguning keemasan. Aku terpesona dengna ladang itu
dan kuputuskan untuk duduk sejenak di pinggir ladang gandum itu. Tidak sia sia
ibuku selama ini bekerja. Ibuku adalah Demeter. Dia dewi pertanian yang dipuja
seluruh manusia karena kemurahan hatinya. Setiap hari dia menumbuhlan berbagai bahan
makanan pokok untuk manusia. Aku bisa menumbuhkan sedikit tanaman. Sedikit.
Tidak sehebat ibuku. Ahh, aku bangga sekaligus iri sekali dengannya.
Sayup
sayup aku mendengar ada yang memanggil namaku. Siapa itu? Aku menoleh
kebelakang dan ternyata yang memanggilku adalah para Okeanid, Nimfa laut, teman
lamaku.
“Persephone!
Apa yang kau lakukan disini? Aku merindukanmu sayang!” para Okeanid berlarian
menghambur dan memelukku. Mereka ada berlima, Nefra, Selle, Spore, Moure, dan
Xero. Paras mereka hampir serupa namun aku masih bisa amembedakan mereka semua.
Aku tertawa dipelukan mereka.
“Aku
hanya sedang menikmati matahari saja. Aku terlalu bosan dirumah,” aku tersenyum
sembari menjelaskan mengapa aku bisa ada di ladang ganduum ini.
“Apa
ibumu tidak marah kau pergi bermain main seperti ini, Nona Rumahan?” Oh, sial.
Moure sedang menyindirku. Aku tertawa kecut.
“Aku
sudah meminta ijin, tentu saja, Nona Yang-Gemar-Kabur-Dari-Rumah” aku
menjulurkan lidahku dan kita tertawa bersama. “Sebagai perayaan atas pertemuan
tak terduga kita bagaiman kalau kita merangkai kalung bunga dan memakainya
bersama sama? Itu pasti akan sangat menyenangkan!” jerit Selle kegirangan.
“Bagaimana
kalau kita pergi ke Lembah Nysa saja? Bunga bunga disana jauh lebih indah di
banding bunga yang tumbuh disini!”
“Yang
benar saja, Xero! Lembah Nysa terlalu jauh dari sini. Lagi pula apa Persephone
mau pergi jauh dari rumahnya?” Selle memprotes usulan Xero. Well, aku agak tersinggung sekarang.
“Ayo,
Girls. Aku ingin membuktikan kepada
kalian kalau aku bisa pergi sedikit jauh dari rumah. Dimana Lembah Nysa sialan
itu berada? bawa aku kesana!” aku menantang para Okeanid itu.
“Apa
kau serius, Persie? Kau mau ke Lembah
Nysa bersama kami?” tanya Xero sedikit ragu.
Aku
tertawa, “asalkan setelah kita pergi dari sana kalian tidak mengejekku makhluk
rumahan lagi, Ya, aku mau. Dan satu lagi, jangan panggil aku Persie! Kau tahu aku benci itu.”
“Baiklah,
kita akan pergi ke Lembah Nysa dan kita tidak akan lama di sana. Kita bisa
merangkai kalung bunga dan kau juga dapat memetik bebrapa bunga untuk kau beri
kepada ibumu. Bagaimana? Setuju?” tawar Nefra.
“Baik,
aku setuju.” Aku tersenyum girang. Wow. Lembah Nysa. Seperti apakah tempat itu?
Kita
mulai berjalan menuju Lembah Nysa. Jalan yang kami lalui agak asing untukku,
namun aku sangat menikmati perjalanan ini. Pohon hijau tingi berdiri di kanan
kiri jalan setapak ini. Sinar matahari keemasan menerobos masuk melalui sela
sela dedaunan. Rerumputan tumbuh berjajar rapi dipinggir jalan ini. Hangat
sekali hari ini. Aku tahu kita belum ada setengah perjalanan Tapi ini benar
benar mengagumkan.
Tiba
tiba dari atas terdengar bunyi sayap berkepakkan. Aku menoleh keatas. Astaga,
itu Eros. Apa yang dia lakukan disini dengan panah cinta konyolnya itu? Ada apa
dengan pagi ini? Apa semua Dewa Dewi sedang dalam moodnya untuk pergi berjalan
jalan keluar rumah mereka?
“Pagi, nona! Ada yang bisa kau lakukan untuk kalian?” Eros terbang merendah dan
mendarat dengan mulusnya di hadapan kami sambil tertawa kekanakan. Dia memang
Dewa muda yang ceria, tampan.. dan sedikit genit. Mungkin pembawaan dari
ibunya, Aphrodite. Dewi kecantikan yang memang sempurna keindahan tubuh dan
parasnya.
“Eros!
Apa yang kau lakukan di pagi begini? Apakah kau sedang menguntit kami?” Spore
bertanya sambil mengedipkan mata kearah Eros. Aduh, aku geli sekali melihat
Spore yang sedang menggoda Dewa cinta.
“Sayang
sekali, nona. Aku tidak ada waktu untuk mengikuti kemana kalian akan pergi.
Maafkan aku harus mengecewakanmu dan kalian semua.” Eros mencoba memasang
tampang menyesal tapi gagal dan aku tertawa melihatnya.
“Ahh,
Persephone, kau disini juga rupanya. Apakah Demeter tidak melarangmu
berpergian?” Eros bertanya dengan sopan namun tetap saja aku melihat kilatan
humor di matanya. O ow.
“Ada
apa dengan kalian? Aku 20 tahun, hey. Aku bukan anak kecil lagi. Aku bisa
berpergian tanpa harus melapor dulu kepada ibuku,” aku menggerutu sambil mengerucutkan
bibirku. Sebal. Dan sialnya Eros malah menertawakanku.
“Jangan
cemberut begitu, My Dear. Aku hanya
bercanda. Nah, kemana kau mau pergi dengan para Okeanid ini, sayang?”
“Please, Eros. berhentilah menggodaku.”
Eros
nyengir lebar.
“Aku
mau memetik beberapa bunga di Lembah Nysa. Menurut mereka –aku menunjuk para
Okeanid- bunga di sana lebih cantik daripada bunga yang tumbuh di sekitar sini.
Apa kau mau ikut?”
“Bukankah
Lembah Nysa terlalu jauh dari rumahmu? Aku serius Persephone, jangan menatapku
dengan tatapan jengkel seperti itu. Bagaimana kau akan pulang nanti?” Eros
menatapku dengan sedikit cemas.
“Terimakasih
Eros kau baik sekali mau peduli padaku. Para Okeanid akan mengantaku pulang
nantinya. Jadi, apa kau mau ikut?”
“Aku
rasa tidak, Persephone. Aku tidak mau mengganggu waktu kalian. Aku hanya mampir
dan mau menyapa kalian saja.” Eros menolak dengan halus.
“Sayang
sekali. Akan lebih menyenangkan kalau kau ikut. Selle pasti akan senang
sekali.” Aku mebgedipkan mata ke Selle dan ia menjadi bersemu dan tertawa
pelan.
“Mungkin
kapan kapan aku bisa tapi tidak untuk saat ini. Maafkan aku, sayang.” Eros
mengedipkan mata ke Selle dan aku bersumpah kalau Selle menganga lebar dan
pipinya menjadi semerah apel. Oh, Boy. Eros benar benar penggoda sejati.
“Baiklah.
Aku harus undur diri sekarang. Masih banyak tugas yang menantiku.sampai jumpa
lagi” Eros tersenyum sopan. Kali ini benar benar sopan. Aku tersenyum balik
padanya. Sebelum Eros terbang, dia memberi pesan kepadaku.
“Aku
harap kamu berhati hati selama di Lembah Nysa, Persephone. Ada hal tak terduga
yang mungkin akan mengubah hidupmu selamanya, manis. Dan aku harap kamu bisa
memaafkanku bila kejadian itu akhirnya terjadi juga.”
Apa
maksud kata katanya? Namun sebelum aku bertanya Eros telah mengepakkan sayapnya
dan hilang dari pandangan mata. Selle bergegas menghampiriku.
“Phony,apa yang ia katakan padamu?”
“Entahlah. Aku juga tak mengerti, Selle”
Sepanjang
perjalanan aku memikirkan kata kata Eros. Memang apa yang akan terjadi? Mengapa
Eros meminta maaf padaku? Apa yang dia lakukan? Apa dia akan mengadu kepada
ibuku kalau aku pergi hingga sejauh ini?
Tapi
sesampainya Lembah Nysa semua pikiranku mengenai Eros hilang dan lnyap. Memang
benar apa yang dikatakan Xero. Bunga disini benar benar cantik. Perpaduan warna
merah, kuning, lavender seperti ada di taman Olympus. Bahkan mungkin lebih
indah lagi. Tak menyesal aku pergi jauh dari rumah demi melihat lukisan alam
seagung ini. Aku dan Nefra berlarian kesana kemari. Selendangku berkibar
tertiup angin dan melambai dengan halusnya. Sedang yang lain bersandar dan
beristirahat di sebuah pohon besar
“Ayo
Moure, kita mulai memetik bunga! Kau yang paling ahli dalam merangkai bunga
untuk ibuku” aku mengajak Moure beerlari ke tengah lembah. Kita berdua mulai
memetik bunga yang ada sambil tertawa riang. Yang lain entahlah ada di mana.
Mungkin ada di sisi lembah yang lain.
Aku
masih sibuk memetik bunga ketika aku merasakn ada yang aneh di sekitarku. Aku
menengok kebelakang. Moure masih memetik bunga walau jarak kita sekarang agak
menjauh. Hmm. Aku kembali merasakan ada mata yang mengawasiku. Aku agak
ketakutan. Aku berbalik arah. Dan berniat kembali ke Moure. Aku baru berjalan
beberapa langkah saat aku ditarik oleh tangan yang sangat kuat sekaligus sangatlah
dingin. Ia mengunci kedua tanganku dan membekap kedua mataku.
Aku
terkesiap dan berteriak kencang. Tubuhku terus meronta dan menolak tarikan itu,
namun kekuatan dia jauh di atasku. Aku mendengar Moure berteriak memanggilku.
Aku terus meronta dan berteriak meminta tolong. Aku begitu ketakutan dan panik.
Apa yang terjadi sebenarnya? Siapa yang membekapku seperti ini?
Dia
menyeretku entah kemana. Aku masih terus meronta dan aku mulai menangis
histeris. Demi Zeus, aku tak pernah merasa setakut ini. Aku tak bisa mendengar
suara Okeanid lagi, apa makhluk ini membawaku kesuatu tempat jauh? Kemana dia
membawaku? Zeus, lindungilah aku..
Lalu
tiba tiba aku merasa lemas dan aku hilang kesadaran.
*****
(To be continued) :)
0 komentar
Pengunjung yang baik selalu meninggalkan komentar :)