Underworld (Chapter 7)

by - 21.08.00


“Bodohkah aku yang hanya berusaha menjagamu agar tetap di sisiku?” Hades memejamkan matanya dan menarik nafas pelan, meresap aroma rambutku perlahan dari balik punggungku. Aku masih memainkan jariku di rambutnya, menikmati hela nafasnya di tiap helai rambutku. Kita terlihat seperti tanaman rambat yang sedang melilit satu sama lain, enggan saling melepaskan.
“Caramu yang aku sesalkan. Secara teknis aku ini kekasihmu, tak bisakah kita saling terbuka dan mengatakan hal apa adanya, semacam ‘Hai Persephone, bagaimana kalau kita menengok ibumu yang sedang sekarat menantimu’? atau apa pun yang kau mau, terserah padamu. Tapi jangan bersikap kekanakan dengan menyimpan semua rahasia seorang diri.” Aku menggumam.
“Aku tidak berjanji aku akan membocorkan semua rahasiaku kepadamu. Kecuali kau memenuhi satu syaratku” Hades berkata dengan datar sambil terus menyisir jarinya di antara jalinan rambutku.
Aku memutar bola mataku dengan sengaja, bahkan aku harap Hades melihatnya. “Apa yang kau mau?” Aku mendesah, ini lebih mirip menjalin hubungan dengan seorang  anak kecil yang tidak mau kalah dan menyebalkan ketimbang dengan penguasa dunia kematian.
“Aku tahu kau memutar bola matamu, kau akan dapat hukumamu nanti.” Hades mengencangkan satu tangannya yang berada di pinggangku.
“Aku tak peduli dengan hukuman darimu. Beritahu saja apa syaratmu, Hades?”
Mulutnya melengkung ke atas, hingga matanya sedikit menyipit, “Menikahlah, denganku.”
Tanganku yang sedang bermain di rambutnya seketika berhenti.
Menikah? Di usia 20 tahun? Aku harus  membawanya ke tabib sekitar, jika saja ada. Aku yakin  saat dilahirkan, kepalanya pasti terbentur sesuatu.
Menikah? Apa yang kau maksud itu mengucap ikrar di depan pendeta untuk terus bersama seumur hidup?” aku mencicit panik.  Menikah tentu ada di daftar keinginanku, tapi tidak di urutan teratas.
“Kalau kau mencintaiku kau tak harusnya ketakutan seperti itu.”
Aku membalik badanku, mengahadap ke wajahnya yang terpahat sempurna.
“Apa aku sudah terlihat cukup keriput untuk menikah denganmu? Aku masih dua puluh, Hades. Aku masih terlalu muda untuk menanggung beban sebagai Ratu Underworld.”
Hades nyengir lebar. “Saat kau marah ada jutaan keriput bermunculan di dahimu, jadi kau memang cukup keriput untuk menikah denganku. Lalu yang kedua, apa kau lupa berapa umurku? Aku dua puluh lima, dan aku adalah penguasa dunia ini. Apa itu menggangguku? Tidak, tentu saja. Umur tak ada hubungannya dengan kemampuan seseorang dalam mengelola tugasnya, sayang.  Dalam beberapa kasus tentunya.”
Ketenangan dalam suaranya tak bisa menular kepadaku. Aku masih saja merasa pusing dan panik. Bagaimana bisa dia melamarku setelah membuatku menangis keras? Apa semua laki laki memang semacam dia keanehannya?
Belum habis rasa panikku, dia tiba tiba berlutut dengan salah satu kakinya di hadapanku. Bersikap layaknya gentleman di hadapanku, dia mengeluarkan kotak biru kehitaman berbahan beludru dari balik jubahnya. Hades membukanya, dan aku menutup mulutku saat melihat apa yang ada di dalamnya.
Sebuah cincin, dan selengkung tiara berwarna keperakan. Cincin itu serasi dengan kalung yang aku gunakan, seakan mereka adalah benar benar sepasang, mungil tetapi terlihat berkelas dengan batu safir biru sebagai mata cincinnya. Dan tiara yang terpampang di depanku, jelas bukan sembarang tiara. Lengkungannya terlihat begitu feminim, setiap lekukan dan ukirannya mencerminkan ketelitian penyepuhnya. Ratusan berlian kecil tertanam di tiara itu, membuatnya memancarkan bias pelangi saat tertimpa sinar remang di sini. Belum lagi mutiara dan intan lainnya yang terbenam di bagian muka tiara itu, sungguh mewah dan cantik sekali. Aku tak tahu apa yang harus Hades korbankan hanya untuk mencipta tiara seindah ini.
“Persephone..” Hades berdeham sedikit, membersihkan tenggorokannya, mungkinkah ia sedikit.. gugup? “Menikahlah denganku, aku serius. Perhiasan ini hanya awal dari segalanya, Persephone. Bangunlah duniamu bersamaan dengan duniaku. Letakkan jemarimu di bahuku saat aku membutuhkanmu, aku akan memberimu segalanya, aku akan bagi duniaku di genggamanmu. Terimalah aku, sebagai takdirmu.”
Semua perkataannya berputaran di kepalaku, aku hanya menatap matanya dengan pandangan nanar, bingung, senang, khawatir bercampur aduk di hatiku.
“Persephone?” Hades menyadarkanku dari ketidak beraturan emosiku.
“Beri aku waktu, Hades. Aku ingin memikirkannya matang matang dahulu.” Aku tergeragap mendengar dia memanggilku, mearik dari kesibukanku sendiri di alam fikirku.
“Baiklah, aku tunggu jawabanmu besok.” Hades tersenyum separo, senyum favoritnya, dan favoritku juga. Dia menutup kotak itu dan kembali berdiri d hadapanku. Aku tak berani menatap wajahnya, tepat di kedua matanya. Hades hanya tersenyum saja melihatku terus menunduk dan melihat ujung gaunku.
“Kau tak harus menjawabnya sekarang. Jangan khawatir, bahkan aku sudah dapat menebak apa jawabanmu. Kau terlalu mudah di baca, dan aku membaca bahwa kau akan menerima lamaranku.” Hades tersenyum tipis.
  “Kau terlalu percaya diri, Hades. Jangan kecewa jika prediksimu selanjutnya salah total. Bagaimana bisa kau yakin sekali aku akan menerimamu, aku tak percaya ada dewa yang sebegitu dungunya menyimpulkan sesuatu dengan begitu cepat tanpa memilah informasi yang sampai ke telinganya.”
“Kau bahkan tak mengenali dirimu sendiri lebih baik dari aku mengenali dirimu. Perlukah aku menunjukan suatu bukti padamu?”
“Tak perlu, jantungku sedang tak ingin menghadapi kejutanmu yang lainnya. Aku tak ingn jantungku permisi sebelum waktunya.”
Jantungmu tak akan pernah berhenti berdetak untukku.” Wajahnya mengeras dengan tekad yang nyata. “Bahkan jika aku harus menukarnya dengan kerajaanku ini..”
Aku terdiam, lagi lagi hanya terdiam. Meresapi  setiap kalimatnya yang terurai untukku. Aku mengangkat kepalaku perlahan, memberanikan diri mencari matanya dari balik poni rambutku.
“Bagaimana jika aku menolak lamaranmu?”
“Aku tak akan membiarkan hal itu terjadi.” Hades mengatupkan bibirnya rapat rapat.
“Bagaimana jika ibuku menolak lamaranmu?” Aku menyipitkan mataku padanya.
“Ibumu sudah biasa menolak banyak lamaran dewa dewa tolol yang menginginkan gadisku. Jadi apa hal itu berpengaruh pada keinginanku menikahimu? Berhentilah memikirkan pendapat orang lain, bahagiakanlah dirimu sendiri terlebih dahulu.”
“Aku tak tahu apakah aku bisa bahagia di sini. Ada banyak hal yang membuatku tak dapat tidur karena terus memikirkannya..” Aku mendesah pelan, menikah dengan pria semacam dia bukan tidak ada resikonya. Banyak harga yang harus aku bayar untuk hidup abadi di sini bersamanya.
Hades mengulurkan tangannya, meraih tubuhku dan memelukku, dingin dan hangat, air dan api. Selalu seperti itu. Aku melingkarkan tanganku pada lehernya, membenamkan wajahku di tubuhnya.
“Apakah ini cukup untuk mengusir semua kegundahanmu?”
“Tidak, tapi ini lumayan membantu.” Aku tersenyum tipis.
Dikecupnya puncak kepalaku, selama beberapa detik tak ia lepaskan sama sekali. Berusaha menyalurkan ketenangan ke batinku. Tidak begitu bekerja, tapi cukup membantu seperti kataku.
“Sebenarnya aku berniat melamarmu tepat setelah jamuan ini selesai. Karena aku yakin kau akan menerimanya saat itu.”
“Beri aku sedikit waktu untuk berpikir jernih.” Aku bergumam.
“Baiklah.” Pelukannya mengendur, tangan kekarnya meraih wajahku. Mengarahkan mataku pada mata gelapnya, “Sekarang kau harus beristirahat. Aku antar kau ke kamarmu.”
  Aku mengangguk saja, menuruti perintahnya. Kita berjalan beriringan, menuju kamarku tanpa ada sedikitpun percakapan. Beberapa kali tangan kita bersentuhan sesaat, dan aku merasa ada semacam getaran listrik yang mengalir dari tangannya menuju tanganku. Dan aku yakin Hades merasakannya juga. Tapi kita hanya terus terdiam
Pintu kamarku kini sudah di hadapanku.
“Selamat malam, Hades. Jika saja di sini ada yang namanya malam.”
“Selamat beristirahat, Persephone.”
Hades mencondongkan badannya dan mencium bibirku. Ia mengalirkan kata kata cinta ke setiap sel tubuhku, lewat bibir kemerahannya. Aku tak dapat menolaknya, malah aku terhanyut ke tiap gerakan bibirnya di bibirku.
Akhirnya ia melepaskan bibirnya, dan aku menggigit bibir bawahku. Tersenyum simpul, ia menatap mataku.
“Masuklah ke kamarmu, nona.”
Dengan langkah goyah aku membuka pintu kamarku dan masuk ke dalamnya. Aku membalik tubuhku dan meghadapnya, dengan tangan menggenggam kenop pintu. “Terimakasih untuk hari ini.”
“Dan maaf untuk hari ini.” Hades menggumam pelan, dengan mengembangkan senyum separonya. Aku balas tersenyum dan menutup pintu perlahan.


***** 

To be continued ! :)

You May Also Like

0 komentar

Pengunjung yang baik selalu meninggalkan komentar :)