Underworld (Chapter 7)
“Bodohkah
aku yang hanya berusaha menjagamu agar tetap di sisiku?” Hades memejamkan matanya
dan menarik nafas pelan, meresap aroma rambutku perlahan dari balik punggungku.
Aku masih memainkan jariku di rambutnya, menikmati hela nafasnya di tiap helai
rambutku. Kita terlihat seperti tanaman rambat yang sedang melilit satu sama
lain, enggan saling melepaskan.
“Caramu
yang aku sesalkan. Secara teknis aku ini kekasihmu, tak bisakah kita saling
terbuka dan mengatakan hal apa adanya, semacam ‘Hai Persephone, bagaimana kalau
kita menengok ibumu yang sedang sekarat menantimu’? atau apa pun yang kau mau,
terserah padamu. Tapi jangan bersikap kekanakan dengan menyimpan semua rahasia
seorang diri.” Aku menggumam.
“Aku
tidak berjanji aku akan membocorkan semua rahasiaku kepadamu. Kecuali kau
memenuhi satu syaratku” Hades berkata dengan datar sambil terus menyisir
jarinya di antara jalinan rambutku.
Aku
memutar bola mataku dengan sengaja, bahkan aku harap Hades melihatnya. “Apa
yang kau mau?” Aku mendesah, ini lebih mirip menjalin hubungan dengan
seorang anak kecil yang tidak mau kalah
dan menyebalkan ketimbang dengan penguasa dunia kematian.
“Aku
tahu kau memutar bola matamu, kau akan dapat hukumamu nanti.” Hades
mengencangkan satu tangannya yang berada di pinggangku.
“Aku
tak peduli dengan hukuman darimu. Beritahu saja apa syaratmu, Hades?”
Tanganku
yang sedang bermain di rambutnya seketika berhenti.
Menikah?
Di usia 20 tahun? Aku harus membawanya
ke tabib sekitar, jika saja ada. Aku yakin
saat dilahirkan, kepalanya pasti terbentur sesuatu.
“Menikah? Apa yang kau maksud itu
mengucap ikrar di depan pendeta untuk terus bersama seumur hidup?” aku mencicit
panik. Menikah tentu ada di daftar
keinginanku, tapi tidak di urutan teratas.
“Kalau
kau mencintaiku kau tak harusnya ketakutan seperti itu.”
Aku
membalik badanku, mengahadap ke wajahnya yang terpahat sempurna.
“Apa
aku sudah terlihat cukup keriput untuk menikah denganmu? Aku masih dua puluh, Hades. Aku masih terlalu muda
untuk menanggung beban sebagai Ratu Underworld.”
Hades
nyengir lebar. “Saat kau marah ada jutaan keriput bermunculan di dahimu, jadi
kau memang cukup keriput untuk menikah denganku. Lalu yang kedua, apa kau lupa
berapa umurku? Aku dua puluh lima, dan aku adalah penguasa dunia ini. Apa itu
menggangguku? Tidak, tentu saja. Umur tak ada hubungannya dengan kemampuan
seseorang dalam mengelola tugasnya, sayang.
Dalam beberapa kasus tentunya.”
Ketenangan
dalam suaranya tak bisa menular kepadaku. Aku masih saja merasa pusing dan
panik. Bagaimana bisa dia melamarku setelah membuatku menangis keras? Apa semua
laki laki memang semacam dia keanehannya?
Belum
habis rasa panikku, dia tiba tiba berlutut dengan salah satu kakinya di
hadapanku. Bersikap layaknya gentleman
di hadapanku, dia mengeluarkan kotak biru kehitaman berbahan beludru dari balik
jubahnya. Hades membukanya, dan aku menutup mulutku saat melihat apa yang ada
di dalamnya.
Sebuah
cincin, dan selengkung tiara berwarna keperakan. Cincin itu serasi dengan
kalung yang aku gunakan, seakan mereka adalah benar benar sepasang, mungil
tetapi terlihat berkelas dengan batu safir biru sebagai mata cincinnya. Dan
tiara yang terpampang di depanku, jelas bukan sembarang tiara. Lengkungannya
terlihat begitu feminim, setiap lekukan dan ukirannya mencerminkan ketelitian
penyepuhnya. Ratusan berlian kecil tertanam di tiara itu, membuatnya
memancarkan bias pelangi saat tertimpa sinar remang di sini. Belum lagi mutiara
dan intan lainnya yang terbenam di bagian muka tiara itu, sungguh mewah dan
cantik sekali. Aku tak tahu apa yang harus Hades korbankan hanya untuk mencipta
tiara seindah ini.
“Persephone..”
Hades berdeham sedikit, membersihkan tenggorokannya, mungkinkah ia sedikit..
gugup? “Menikahlah denganku, aku serius. Perhiasan ini hanya awal dari
segalanya, Persephone. Bangunlah duniamu bersamaan dengan duniaku. Letakkan
jemarimu di bahuku saat aku membutuhkanmu, aku akan memberimu segalanya, aku
akan bagi duniaku di genggamanmu. Terimalah
aku, sebagai takdirmu.”
Semua
perkataannya berputaran di kepalaku, aku hanya menatap matanya dengan pandangan
nanar, bingung, senang, khawatir bercampur aduk di hatiku.
“Persephone?”
Hades menyadarkanku dari ketidak beraturan emosiku.
“Beri
aku waktu, Hades. Aku ingin memikirkannya matang matang dahulu.” Aku tergeragap mendengar dia memanggilku, mearik dari
kesibukanku sendiri di alam fikirku.
“Baiklah,
aku tunggu jawabanmu besok.” Hades tersenyum separo, senyum favoritnya, dan
favoritku juga. Dia menutup kotak itu dan kembali berdiri d hadapanku. Aku tak
berani menatap wajahnya, tepat di kedua matanya. Hades hanya tersenyum saja
melihatku terus menunduk dan melihat ujung gaunku.
“Kau
tak harus menjawabnya sekarang. Jangan khawatir, bahkan aku sudah dapat menebak
apa jawabanmu. Kau terlalu mudah di baca, dan aku membaca bahwa kau akan
menerima lamaranku.” Hades tersenyum tipis.
“Kau terlalu percaya diri, Hades. Jangan
kecewa jika prediksimu selanjutnya salah total. Bagaimana bisa kau yakin sekali
aku akan menerimamu, aku tak percaya ada dewa yang sebegitu dungunya
menyimpulkan sesuatu dengan begitu cepat tanpa memilah informasi yang sampai ke
telinganya.”
“Kau
bahkan tak mengenali dirimu sendiri lebih baik dari aku mengenali dirimu.
Perlukah aku menunjukan suatu bukti padamu?”
“Tak
perlu, jantungku sedang tak ingin menghadapi kejutanmu yang lainnya. Aku tak
ingn jantungku permisi sebelum waktunya.”
“Jantungmu tak akan pernah berhenti berdetak
untukku.” Wajahnya mengeras dengan tekad yang nyata. “Bahkan jika aku harus
menukarnya dengan kerajaanku ini..”
Aku
terdiam, lagi lagi hanya terdiam. Meresapi
setiap kalimatnya yang terurai untukku. Aku mengangkat kepalaku
perlahan, memberanikan diri mencari matanya dari balik poni rambutku.
“Bagaimana
jika aku menolak lamaranmu?”
“Aku
tak akan membiarkan hal itu terjadi.” Hades mengatupkan bibirnya rapat rapat.
“Bagaimana
jika ibuku menolak lamaranmu?” Aku
menyipitkan mataku padanya.
“Ibumu
sudah biasa menolak banyak lamaran dewa dewa tolol yang menginginkan gadisku.
Jadi apa hal itu berpengaruh pada keinginanku menikahimu? Berhentilah
memikirkan pendapat orang lain, bahagiakanlah dirimu sendiri terlebih dahulu.”
“Aku
tak tahu apakah aku bisa bahagia di sini.
Ada banyak hal yang membuatku tak dapat tidur karena terus memikirkannya..”
Aku mendesah pelan, menikah dengan pria semacam dia bukan tidak ada resikonya.
Banyak harga yang harus aku bayar untuk hidup abadi di sini bersamanya.
Hades
mengulurkan tangannya, meraih tubuhku dan memelukku, dingin dan hangat, air dan
api. Selalu seperti itu. Aku melingkarkan tanganku pada lehernya, membenamkan
wajahku di tubuhnya.
“Apakah
ini cukup untuk mengusir semua kegundahanmu?”
“Tidak,
tapi ini lumayan membantu.” Aku tersenyum tipis.
Dikecupnya
puncak kepalaku, selama beberapa detik tak ia lepaskan sama sekali. Berusaha
menyalurkan ketenangan ke batinku. Tidak begitu bekerja, tapi cukup membantu
seperti kataku.
“Sebenarnya
aku berniat melamarmu tepat setelah jamuan ini selesai. Karena aku yakin kau
akan menerimanya saat itu.”
“Beri
aku sedikit waktu untuk berpikir jernih.” Aku bergumam.
“Baiklah.”
Pelukannya mengendur, tangan kekarnya meraih wajahku. Mengarahkan mataku pada
mata gelapnya, “Sekarang kau harus beristirahat. Aku antar kau ke kamarmu.”
Aku mengangguk saja, menuruti perintahnya.
Kita berjalan beriringan, menuju kamarku tanpa ada sedikitpun percakapan. Beberapa kali tangan kita bersentuhan sesaat, dan aku
merasa ada semacam getaran listrik yang mengalir dari tangannya menuju
tanganku. Dan aku yakin Hades merasakannya juga. Tapi kita hanya terus terdiam
Pintu
kamarku kini sudah di hadapanku.
“Selamat
malam, Hades. Jika saja di sini ada yang namanya malam.”
“Selamat
beristirahat, Persephone.”
Hades
mencondongkan badannya dan mencium bibirku. Ia mengalirkan kata kata cinta ke
setiap sel tubuhku, lewat bibir kemerahannya. Aku tak dapat menolaknya, malah
aku terhanyut ke tiap gerakan bibirnya di bibirku.
Akhirnya
ia melepaskan bibirnya, dan aku menggigit bibir bawahku. Tersenyum simpul, ia
menatap mataku.
“Masuklah
ke kamarmu, nona.”
Dengan
langkah goyah aku membuka pintu kamarku dan masuk ke dalamnya. Aku membalik
tubuhku dan meghadapnya, dengan tangan menggenggam kenop pintu. “Terimakasih
untuk hari ini.”
“Dan
maaf untuk hari ini.” Hades menggumam pelan, dengan mengembangkan senyum
separonya. Aku balas tersenyum dan menutup pintu perlahan.
*****
To be continued ! :)
0 komentar
Pengunjung yang baik selalu meninggalkan komentar :)