Underworld (Chapter 6)

by - 22.08.00

Hades berdiri tegak di bibir sungai Acheron, anak sungai Styx yang mengalir langsung di sisi istana Hades. Hening dan hanya ada suara gemericik merdu suara aliran air sungai ini. Gemericik suaranya seperti melodi sendu, sesuai dengan julukan sungai kesedihan yang tersemat pada sungai ini. Aku mendekatinya, berdiri di belakang punggungnya yang menjulang.
Kuulurkan tanganku, menyentuh bahunya. Ia menengok dan tersenyum melihatku. Mau tak mau aku jadi ikut merangkai senyum di bibirku. “Apa yang kau lakukan di sini, Hades?”
“Menunggu Charon datang, sayang.”
“Siapakah Charon itu?” bisikku.
The Ferryman, pengantar roh roh manusia menuju istanaku untuk mendapat pengadilan dari ketiga hakimku.” Jelasnya dengan tenang.
“Apakah aku mengganggumu?”
Dia tak menjawab seketika. Hanya tangannya saja yang menggenggam tanganku yang masih berada di bahunya, seperti mengisyaratkan ‘tetaplah di sini’. Aku menatap matanya dan mengangguk pelan. Aku membawa tangannya turun dari bahu kekarnya, dan menggenggamnya erat. Lagi lagi, dingin dan hangat. Sensasi yang tak pernah ada habisnya.
“Aku sangat menikmati sentuhan tanganmu, Persephone.”
 Senyum polos dan malu malu kembali datang ke bibirku. Di balasnya senyum luguku dengan senyumannya yang angkuh mempesona. Pandangannya kembali beralih ke sungai tersebut. Dan, dari kejauhan nampak ada bayangan yang bergerak perlahan mendekat kearah kita berdua. Dengan menaiki perahu dayung, membelah kabut yang ada pada sumgai ini. Ialah Charon, sang Ferryman yang tampak lusuh dengan jubah hitam kumalnya. Membawa banyak muatan berupa roh roh manusia. Aku tak dapat melihat wajahnya, tapi aku yakin pastilah memang lebih baik aku tak pernah melihat wajahnya
Dari arah belakangku, muncul ketiga hakim dunia bawah yang telah di katakan Hades sebelumnya. Mereka adalah Minos, Aiakos dan Rhadamanthis. Ketiganya terlihat menakutkan, wajahnya keriput dan terlihat sangat tua. Kain hitam menjadi pakaian mereka dan rambutnya sudah beruban dan jarang.
“Duduklah di sini,” Hades membawaku menuju singgasana yang tersedia. Kita berdua duduk dan menyaksikan penghakiman yang telah di mulai. Ketiga hakim berdiri di mimbar batu, menimbang amal roh roh manusia tersebut di dunia. Senyum bahagia, tangis dan raungan penyesalan menghiasi penghakiman ini. Namun, apapun hasil akhir penghakiman mereka, mereka tetap digiring menuju satu gerbang tinggi.
“Gerbang apa itu, Hades?” Dengan tidak mengalihkan matanya dari proses penghakiman, dia menjawab pertanyaanku. “Gerbang menuju Underworld bagi para roh. Sungai Styx hanyalah batas antara dunia bawah dengan dunia atas.”
Terdengar dari arah gerbang itu, suara geraman rendah yang membuat bulu kudukku berdiri. Aku menajamkan mataku untuk melihat sumber suara mengerikan itu. Dan aku tidak terkejut dengan apa yang aku temukan dengan mataku. Cerberus, anjing raksasa berkepala tiga peliharaan Hades. Mata merahnya sungguh tak mengenakan untuk di pandang. Bulu bulu hitam mengkilat membungkus tubuhnya yang tinggi dan besar. Ketiga kepalanya tak ada yang diam dan terus bergerak ke sana kemari, mengawasi roh roh manusia yang masuk menuju Underworld. Hmm, bisakah dia menjadi peliharaan yang manis dan patuh padaku?
Aku mengalihkan perhatian dari Cerberus, mengusir lelucon menggelikan mengenai Cerberus, tapi tak menghilangkan sepenuhnya ide bersahabat dengan anjing itu. Kembali kusaksikan penghakiman yang terus berlangsung. Hades masih dengan posisinya yang sama, mengamati para roh yang tengah menanti peradilan untuk mereka. Tangannya menopang dagu, menutupi bibir merahnya dan matanya tajam mengawasi. Itu mata sang penguasa, bagai elang yang siap menyambar mangsa di kegelapan malam. Sesekali dia melontarkan pertanyaan dengan raut wajah yang datar dan memberi keputusan kepada para roh, memudahkan pekerjaan para hakim. Beginikah Hades saat melakukan tugasnya? Begitu bertanggung jawab, adil, efisien dan..mengerikan.
Dan akhirnya selesai semua roh yang di adili hari ini. Hasilnya sedikit mengecewakan, tak banyak yang berakhir di Elysium. Kebanyakan menuju Padang Asphodel, dan segelintir dijerumuskan ke Lapangan Penyiksaan. Charon berbincang sebentar dengan Hades, entah apa yang mereka diskusikan. Saat semua urusan terselesaikan, Charon undur diri, dengan perlahan dia kembali mengayuh kapalnya dan hilang di balik kabut.
“Hades?” aku memanggilnya pelan dari balik punggungnya.
Yes, my dear?” badannya berbalik menghadapku. Ada kerut terpahat samar di dahinya, entah mengapa.
“Kenalkan aku dengan Cerberusmu.” Aku menunduk, menunggu reaksinya. Tak terduga, dia tertawa. Tawa yang berindikasi mengejekku. Menyebalkan.
“Tertawalah selagi kau bisa, Hades.” Aku menekuk mukaku, kesal.
“Kau minta aku mengenalkanmu pada anjingku?” senyumnya lebar, memperlihatkan deretan giginya yang putih.
“Iya, tuan menyebalkan.” Aku mendengus.
“Kenapa?”
“Entahlah, aku hanya ingin tahu saja. Lagi pula aku butuh teman selain dirimu.”
“Aku? Temanmu?” katanya dengan penuh ketidak percayaan. Alisnya, seperti biasa terangkat sebelah. “Aku kekasihmu, gadis bodoh. Jangan anggap aku hanya temanmu, kau akan tahu akibatnya..” dia berkata dengan nada mengancam pelan, sambil mengambil beberapa lembar rambutku, memainkannya dengan jari panjangnya. Aku menelan ludahku, mencari suaraku yang sempat hilang, “Seperti apa akibatnya?”
“Tidak seru jika aku memberi tahumu sekarang . Yang terpenting adalah, aku kekasihmu, bukan temanmu, mengerti?” suaranya pelan namun mematikan dan penuh intimidasi tersembunyi.
“Apa bedanya menjadi kekasih dengan hanya sebagai teman? Mereka sama sama bisa menjadi tempat berbagi.” Aku bersikap keras kepala seperti biasa. Menantang penguasa dunia maut sepertinya menjadi kesempatan langka yang menyenangkan.
“Teman tak akan mungkin bisa melakukan hal ini..” Dia menyambar wajahku dan mendaratkan bibirnya di bibirku selama beberapa detik. Aku terkesiap dan menarik wajahku karena terkejut, tidak menduga dia akan mencuri ciumanku lagi. Curang sekali dia!
“Kau mencurinya lagi dariku!” aku meraung putus asa.
“Apa yang kucuri darimu?” katanya dengan terheran.
“Ciumanku, bodoh! Sudah pernah aku katakan, jangan menciumku lagi, apalagi jika aku sedang kesal padamu!”
“Aku hanya menunjukan apa yang bisa kita lakukan jika kita adalah sepasang kekasih. Dan kau tak bisa menolaknya.” Hades tersenyum pongah di depanku.
“Aku tak mau menjadi kekasihmu. Kita berteman saja..” aku menggigit bibirku.
Mata Hades membulat, “Kenapa?”
“Tak ada yang bisa memutus ikatan pertemanan. Tapi selalu ada cara untuk memisahkan kita, jika kita adalah sepasang kekasih.” Mengapa suaraku terdengar begitu sedih?
Hades menghembuskan nafas pelan, membawaku kedalam pelukannya. “Kau ini memang gadis yang aneh. Beberapa menit yang lalu kau  marah padaku, dan mengataiku pencuri ciumanmu. Tapi di menit berikutnya kau mengatakan kalau kau tak ingin berpisah denganku..” Senyum mengembang di bibirnya.
“Tak ada yang dapat memisahkan kita, Persephone. Bahkan jika Tartarus runtuh sekalipun. Jangan ragukan kekuasaanku.” Hades mengecup puncak kepalaku.
“Kau pun lelaki yang aneh, Hades. Beberapa waktu yang lalu kau buat aku marah dengan kelakuan tidak sopanmu, menciumku tanpa permisi. Dan di waktu sesudahnya kau membuatku merasa menjadi wanita paling beruntung karena dicintai seorang pria yang sangat berkuasa. Adakah sistem kehidupan lain yang lebih rumit daripada hubungan kita? Aku rasa tidak.”
“Ada pepatah yang mengatakan, bahwa gadis yang baik diciptakan untuk lelaki yang baik. Dan mungkin, gadis yang aneh pun diciptakan untuk lelaki yang aneh. Yakinlah bahwa kau memang untukku.” Kata katanya bernada datar. Tapi aku melihat kearah matanya, dan ada keyakinan membara di sana.
Aku terdiam dan mengencangkan pelukanku padanya. Meresapi kenyamanan yang ditawarkan hangat tubuhnya. Hades mengangkat tubuhku dan memutarnya seperti aku anak berumur lima tahun. Aku tertawa riang, dan ia hanya tersenyum lebar. Setelah berputar beberapa kali, akhirnya ia menurunkanku. Tapi aku masih mengalungkan lenganku di lehernya sambil tertawa kecil.
“Kau terlihat berbeda,” Hades tersenyum tipis, menyentuh pipiku dengan jarinya.
“Kau pun begitu.” Aku masih saja tersenyum kearahnya.
“Bahagiakah kau denganku?”
“Aku sedang mengusahakannya, bersabarlah.”
Kembali Hades mengembangkan senyumnya. “Percaya padaku, aku akan membahagiakanmu.”
Aku meyentuh pipinya dan menatap kedua matanya. “Aku Percaya, Hades.”
“Masihkah kau ingin kembali ke dunia atas?”
“Tentu saja. Aku merindukan ibuku.” Hatiku menghangat mengingat ibuku. Aku sangat merindukannya. Sedang apa dia di sana? Aku melamun panjang, mengabaikan Hades. Mengingat wajah ibuku dan seluruh sifatnya.
“Aku mengerti.” Kata katanya terasa menggantung di telingaku. Aku mengangkat kepala dan menatap tepat di bola matanya, hijau semu bertemu hitam pekat. Kubuka bibirku, “Ada apa,Hades?”
“Wajar kau ingin kembali ke dunia atas, Persephone. Tapi aku takut kau tidak akan kembali ke underworld mendampingiku.”
“Itu pun yang aku takutkan, Hades. Tapi aku yakin kita akan temukan jalan keluarnya.”
Kita berdua menatap mata satu sama lain dan berakhir dengan senyuman indah.
“Apapun jalan keluarnya, aku harap kita tak perlu berpisah selamanya, Kore.”
Aku merasa mulutku membulat tanpa kusadari, “Bagaimana kau bisa tahu nama itu?”
“Sudah aku katakan, aku ini kekasihmu, aku harus tahu apapun mengenaimu, bahkan hal sepele sekali pun. Nama bukanlah hal yang sulit untuk dicari.” Hades terkekeh pelan.
“Terima kasih, Pluto. Senang kau tahu nama lainku.” Aku tersenyum kecut.
“Kenapa? Apa ada masalah, Persephone?” Tanya Hades.
“Aku hanya tak terbiasa dipanggil seperti itu.”
“Apa pun namamu, kau tetap gadis bodohku. Tak boleh ada yang merenggut gadisku dengan alasan apa pun.” Hades meletakan tangannya di puncak kepalaku dan mengacak acak rambutku.
“Hades, berhentilah merusak penampilanku dengan tanganmu itu!” Aku menekuk mukaku dan menata rambutku yang kusut. Hades tertawa pelan dan menepuk kedua pipiku dengan tangannya. Ia mengambil tanganku dan membawaku masuk kedalam istananya. Kita berjalan menuju aula istana, dan ada yang berbeda dengan ruangan ini. Tiba tiba ada meja panjang di tengah ruangan, dengan beberapa kursi mengelilingnya. Beberapa batang lilin beserta tempatnya, menghiasi meja coklat itu.
“Untuk apa ini, Hades?” Aku bertanya penuh keheranan.
“Kau sudah tinggal di Underworld, tanpa makanan untuk waktu yang cukup lama. Saat ini aku akan mengajakmu makan bersamaku. Mungkin ini termasuk makan malam, tapi entahlah. Di sini kau kan tahu tak pernah ada siang dan malam.” Hades menjelaskan sambil mengacak acak rambutnya, membuatnya terlihat menggemaskan.
“Emm.. Hades, apakah makanan yang akan disajikan nanti, berasal dari Underworld?”
“Tidak, aku meminta petugas istana untuk mengambil bahan makanan dari Upperworld. Kau tak perlu takut memakannya.”
“Sungguh? Kau sedang tidak berbohong ?”
“Aku bersumpah atas nama harga diriku,Persephone. Jadi, sekarang kau harus makan, karena aku sudah mempertaruhkan nama baik dan nilai jualku sebagai seorang lelaki.” Betapa konyolnya dia, memberi perintah sekaligus melucu di saat yang bersamaan. Mau tak mau, aku akhirnya duduk di sisi kanan meja, bersebelahan dengan Hades yang duduk di ujung meja. Pesuruh Hades datang membawa beberapa makanan, daging domba, sayur sayuran, ikan kakap merah yang baunya begitu menggoda, dan sekeranjang penuh buah buahan. Mereka juga memberi piring porselen, sendok, garpu serta pisau perak yang lumayan berat saat digunakan.
“Nikmati hidanganmu, Nona.” Hades mempersilahkanku mulai. Aku menurut dan mengambil daging domba, makanan paling dekat denganku. Ku iris pelan daging itu dan memasukannya kedalam mulutku. Enak, pelayan Hades harus aku beri apresiasi karena sudah mengolah daging ini dengan sempurna. Dan tentu saja aku ingin belajar teknik memasak darinya, kucatat dalam hati rencanaku dalam hatiku. Aku melanjutkan makan, bersama Hades yang mengambil hati sapi yang di masak setengah matang.
“Ini pertama kalinya aku makan bersama seorang gadis.” Hades berkata sambil mengunyah makanannya. “Kau tak tahu betapa aku menikmati setiap detik momen ini.”
Aku tersipu, tak tahu bagaimana membalas kata katanya, “Berhentilah berbicara saat mulutmu penuh makanan, Tuan. Kau terlihat seperti anak kecil.”
“Anak kecil? Apakah aku selucu mereka?” Mata jenakanya nampak kembali bersinar. Aku hanya meliriknya sebentar, memeletkan lidahku dengan cara kekanakan, dan kemudian kembali menikmati makananku. Hades hanya tertawa pelan melihat tingkahku.
Kita selesai makan bersamaan. Perutku penuh, dan badanku terasa lebih segar. Aku mengambil buah apel merah, menggenggamnya sebentar, dan dahiku sedikit berkerut. Ada yang tak beres dengan buah ini, dan bahkan buah lainnya. “Hades, kau bilang, pelayanmu mengambil seluruh makanan ini dari dunia atas, apa kau yakin?”
“Seratus persen. Ada sebenarnya?” Hades menanggapi dengan hati hati.
“Semua buah ini, baru mereka petik?”
“Iya, saat penghakiman akan selesai, mereka mulai memetiknya. Ada apa sebenarnya, Persephone?” Hades mulai tidak sabar lagi.
“Buah ini nampak..tidak sehat. Pucat dan tidak segar..” Aku tak melanjutkan kata kataku.
“Apa kau lebih suka buah yang lebih baru lagi? Aku akan meminta pelayanku memetik buah lainnya yang lebih segar lagi untukmu.”
“Tidak, panggilkan saja pelayanmu kemari.”
Hades memanggil pelayannnya dengan satu seruan, dan yang datang adalah tiga perempuan tua yang berjubah biru tua, ketiganya memiliki wajah berkisaran umur 40 tahun. Tak ada yang menakutkan dari mereka. Mungkin mereka adulunya dalah roh manusia, entahlah.
“Mohon kalian jawab pertanyaanku dengan jujur. Apakah kalian yang memetik buah buahan ini dari dunia atas?” Aku melontarkan pertanyaan pertamaku. Mereka semua mengangguk dengan ragu ragu.
“Tak usah takut, aku tak akan menyakiti kalian. Mengapa semua buah buahan ini terlihat kering? Ada apa sebenarnya?” Aku menenangkan mereka. Aku tak suka menyudutkan orang, bahkan jika aku sedang membutuhkan informasi yang maha penting dan orang itu dengan keras kepala menutup rapat informasi yang kubutuhkan itu.
Ketiganya bertukar pandang, aku menunggu dengan sabar, dan Hades terlihat tidak tenang. Akhirnya pelayan ketiga menjawab dengan suara pelan, “Kami tak tahu apa yang terjadi di dunia atas, Nona. Semua tumbuhan mengering, tak ada yang dapat tumbuh di lahan pertanian manusia. Rerumputan menjadi coklat, gandum seluruhnya gagal panen. Hewan dan manusia mati kelaparan. Kami mohon maaf bila hidangan kami tak dapat memuaskan anda, hanya ini yang dapat kami temukan, Nona.”
“Bagaimana bisa tanaman tidak dapat tumbuh di dunia atas? Apa yang kalian tahu mengenai hal itu?” Nafasku sedikit memburu, aku tahu, ini ada hubungannya denganku.
“Menurut desas desus, hal in karena putri semata wayang Demeter menghilang, Nona. Dia murka dan bersedih, menolak menumbuhkan seluruh tumbuh tumbuhan di bumi. Zeus Yang Agung sudah berusaha membujuknya, namun gagal, andai saja putri Demeter dapat secepatnya ditemukan dan kembali kepada Demeter Yang Malang, mungkin keadaan ini dapat berakhir dengan secepat..”
“Cukup! Kalian semua, kembalilah kebelakang!” Hades membentak pelayannya, dengan tatapan yang amat mengerikan. Tangannya mengepal dan mulutnya terkatup rapat. Aku dan ketiga pelayan Hades sama sama terlonjak. Mereka undur diri perlahan, sebelumnya aku menghadiahkan buah buahan itu kepada mereka, dan mereka mengucap terimakasih tanpa mengangkat kepala mereka, ketakutan.
“Hades, kau sangat tidak sopan membentak para abdimu itu.” Aku mengingatkannya dengan halus.
“Aku tidak peduli. Mereka sangat lancang!”
“Lancangkah mereka, memberi tahuku keadaan dunia luar yang selama ini berusaha kau sembunyikan dariku?” Aku menjawabnya dengan nada datar. Hades terdiam, namun kekesalan mesih tergurat di wajahnya.
“Ibuku menderita di atas sana, kenapa aku tak berhak tahu, Hades?” Aku mendesah pelan.
“Kalau kau tahu, kau akan merengek, memintaku mengembalikanmu kepada ibumu. Dan saat kau kembali ke sana, aku tak punya kesempatan apa pun untuk membawamu kembali kesisiku.” Nadanya penuh sarkasme dan tuduhan. Well, aku mulai kesal padanya setelah ia mengatakan hal yang menyakitkan seperti ini.
“Kita sudah membahas masalah ini ratusan kali. Aku akan selalu mnginginkan kembali ke dunia atas. Tapi aku tak ingin, tak bisa, tak mampu meninggalkanmu. Bodoh, kapan kau akan mempercayaiku? Berhentilah menyembunyikan sesuatu dariku.” Aku menjaga suaraku agar tetap datar. Namun, gagal. Suaraku bergetar, menahan amarah dan tangisan. Aku benci dia menyembunyikan hal sepenting ini dariku.
 Hades kembali terdiam, menatap mataku. Mataku yang mulai merah berkabut. Aku memalingkan wajahku. Tak ingin beradu pandang dengannya. Aku menggigit bibir bawahku, usaha menahan tangisan yang biasanya selalu sukses. Tapi sialnya kali ini gagal. Air mataku meleleh dari sudut mata, menganak di pipiku.
Hades mengangkat tangannya, tampak ingin menghapus air mataku. Tapi kutepis tangannya itu dengan gerakan yang agak kasar. Tangan Hades terpaku sesaat di udara, dan kemudian dia menurunkannya. Aku mengusap sendiri air mataku dengan punggung tangannya. Hades menatapku dengan pandangan datar, tak ada penyesalan disana. Membuatku semakin sakit. Teganya dia katakan aku harus percaya padanya, padahal dia menyembunyikan rahasia semacam ini!
Acara jamuan yang tadi terasa menyenangkan , kini terasa hambar dan menyakitkan. Aku tak tahan lagi, ku usap air mataku sekali lagi dan bangkit dari kursi, ingin kembali ke kamarku. Aku sedang berjalan menuju pintu, ketika tangan dingin Hades menarik tanganku, aku terkaget dan refleks menolak tangannya, tapi Hades melingkarkan tangannya di pinggangku, mengunci tubuhku pada tubuhnya. Punggungku dapat merasakan tubuh bagian depannya, dinigin dan keras.
Aku memberontak berusaha terbebas dari dekapan mendadaknya. Berkali kali aku memaksa tangannya terlepas dari pinggangku, memukul tangannya, namun nihil. Tangannya malah semakin mengencang. Aku menyerah, tenagaku tidak sebanding dengannya. Kubiarkan dia melilit tubuhku seperti tanaman rambat, meresapi tangisku yang sudah sedikit surut dari mataku.
Dia menempelkan bibirnya pada bahuku, aku dapat merasa nafasnya pada kulitku. Dia bergeser, bergerak menuju leherku, mengecupnya. “Kumohon, maafkan aku, Persephone. Aku hanya tak ingin kau pergi dariku, tak ada niat untuk membohongimu, apalagi menyakitimu.”
Aku tak memberi respon apa pun. Aku masih marah padanya. Tapi tampaknya dia tak mudah menyerah, dia mengencangkan pelukannya, membawa bibirnya kembali menjelajahi bahu dan leherku, sambil mengucap namaku dan mengucap beribu maaf. Aku memejamkan mataku, hatiku masih perih akibat kebohongannya. Akhirnya aku hanya mengangkat tanganku, menggapai rambutnya. Memejamkan mataku, berusaha membendung segukan akibat air mata tololku ini.
“Kau Dewa terbodoh yang pernah aku kenal.”

******

To be continued ! :)

You May Also Like

0 komentar

Pengunjung yang baik selalu meninggalkan komentar :)