Underworld (Chapter 6)
Hades berdiri tegak di bibir sungai Acheron,
anak sungai Styx yang mengalir langsung di sisi istana Hades. Hening dan hanya
ada suara gemericik merdu suara aliran air sungai ini. Gemericik suaranya
seperti melodi sendu, sesuai dengan julukan sungai kesedihan yang tersemat pada
sungai ini. Aku mendekatinya, berdiri di belakang punggungnya yang menjulang.
Kuulurkan
tanganku, menyentuh bahunya. Ia menengok dan tersenyum melihatku. Mau tak mau
aku jadi ikut merangkai senyum di bibirku. “Apa yang kau lakukan di sini, Hades?”
“Menunggu
Charon datang, sayang.”
“Siapakah
Charon itu?” bisikku.
“The Ferryman, pengantar roh roh manusia
menuju istanaku untuk mendapat pengadilan dari ketiga hakimku.” Jelasnya dengan
tenang.
“Apakah
aku mengganggumu?”
Dia
tak menjawab seketika. Hanya tangannya saja yang menggenggam tanganku yang
masih berada di bahunya, seperti mengisyaratkan ‘tetaplah di sini’. Aku menatap
matanya dan mengangguk pelan. Aku membawa tangannya turun dari bahu kekarnya,
dan menggenggamnya erat. Lagi lagi, dingin dan hangat. Sensasi yang tak pernah
ada habisnya.
“Aku
sangat menikmati sentuhan tanganmu, Persephone.”
Senyum polos dan malu malu kembali datang ke
bibirku. Di balasnya senyum luguku dengan senyumannya yang angkuh mempesona.
Pandangannya kembali beralih ke sungai tersebut. Dan, dari kejauhan nampak ada
bayangan yang bergerak perlahan mendekat kearah kita berdua. Dengan menaiki
perahu dayung, membelah kabut yang ada pada sumgai ini. Ialah Charon, sang Ferryman yang tampak lusuh dengan jubah
hitam kumalnya. Membawa banyak muatan berupa roh roh manusia. Aku tak dapat
melihat wajahnya, tapi aku yakin pastilah memang lebih baik aku tak pernah
melihat wajahnya
Dari
arah belakangku, muncul ketiga hakim dunia bawah yang telah di katakan Hades
sebelumnya. Mereka adalah Minos, Aiakos dan Rhadamanthis. Ketiganya terlihat
menakutkan, wajahnya keriput dan terlihat sangat tua. Kain hitam menjadi
pakaian mereka dan rambutnya sudah beruban dan jarang.
“Duduklah
di sini,” Hades membawaku menuju singgasana yang tersedia. Kita berdua duduk
dan menyaksikan penghakiman yang telah di mulai. Ketiga hakim berdiri di mimbar
batu, menimbang amal roh roh manusia tersebut di dunia. Senyum bahagia, tangis
dan raungan penyesalan menghiasi penghakiman ini. Namun, apapun hasil akhir
penghakiman mereka, mereka tetap digiring menuju satu gerbang tinggi.
“Gerbang
apa itu, Hades?” Dengan tidak mengalihkan matanya dari proses penghakiman, dia
menjawab pertanyaanku. “Gerbang menuju Underworld
bagi para roh. Sungai Styx hanyalah batas antara dunia bawah dengan dunia
atas.”
Terdengar
dari arah gerbang itu, suara geraman rendah yang membuat bulu kudukku berdiri.
Aku menajamkan mataku untuk melihat sumber suara mengerikan itu. Dan aku tidak terkejut
dengan apa yang aku temukan dengan mataku. Cerberus, anjing raksasa berkepala
tiga peliharaan Hades. Mata merahnya sungguh tak mengenakan untuk di pandang.
Bulu bulu hitam mengkilat membungkus tubuhnya yang tinggi dan besar. Ketiga kepalanya
tak ada yang diam dan terus bergerak ke sana kemari, mengawasi roh roh manusia
yang masuk menuju Underworld. Hmm,
bisakah dia menjadi peliharaan yang manis dan patuh padaku?
Aku
mengalihkan perhatian dari Cerberus, mengusir lelucon menggelikan mengenai
Cerberus, tapi tak menghilangkan sepenuhnya ide bersahabat dengan anjing itu.
Kembali kusaksikan penghakiman yang terus berlangsung. Hades masih dengan
posisinya yang sama, mengamati para roh yang tengah menanti peradilan untuk
mereka. Tangannya menopang dagu, menutupi bibir merahnya dan matanya tajam
mengawasi. Itu mata sang penguasa, bagai elang yang siap menyambar mangsa di
kegelapan malam. Sesekali dia melontarkan pertanyaan dengan raut wajah yang
datar dan memberi keputusan kepada para roh, memudahkan pekerjaan para hakim.
Beginikah Hades saat melakukan tugasnya? Begitu bertanggung jawab, adil,
efisien dan..mengerikan.
Dan
akhirnya selesai semua roh yang di adili hari ini. Hasilnya sedikit
mengecewakan, tak banyak yang berakhir di Elysium. Kebanyakan menuju Padang
Asphodel, dan segelintir dijerumuskan ke Lapangan Penyiksaan. Charon berbincang
sebentar dengan Hades, entah apa yang mereka diskusikan. Saat semua urusan
terselesaikan, Charon undur diri, dengan perlahan dia kembali mengayuh kapalnya
dan hilang di balik kabut.
“Hades?”
aku memanggilnya pelan dari balik punggungnya.
“Yes, my dear?” badannya berbalik
menghadapku. Ada kerut terpahat samar di dahinya, entah mengapa.
“Kenalkan
aku dengan Cerberusmu.” Aku menunduk, menunggu reaksinya. Tak terduga, dia
tertawa. Tawa yang berindikasi mengejekku. Menyebalkan.
“Tertawalah
selagi kau bisa, Hades.” Aku menekuk mukaku, kesal.
“Kau
minta aku mengenalkanmu pada anjingku?” senyumnya lebar, memperlihatkan deretan
giginya yang putih.
“Iya,
tuan menyebalkan.” Aku mendengus.
“Kenapa?”
“Entahlah,
aku hanya ingin tahu saja. Lagi pula aku butuh teman selain dirimu.”
“Aku?
Temanmu?” katanya dengan penuh
ketidak percayaan. Alisnya, seperti biasa terangkat sebelah. “Aku kekasihmu,
gadis bodoh. Jangan anggap aku hanya temanmu, kau akan tahu akibatnya..” dia
berkata dengan nada mengancam pelan, sambil mengambil beberapa lembar rambutku,
memainkannya dengan jari panjangnya. Aku menelan ludahku, mencari suaraku yang
sempat hilang, “Seperti apa akibatnya?”
“Tidak
seru jika aku memberi tahumu sekarang . Yang terpenting adalah, aku kekasihmu,
bukan temanmu, mengerti?” suaranya pelan namun mematikan dan penuh intimidasi
tersembunyi.
“Apa
bedanya menjadi kekasih dengan hanya sebagai teman? Mereka sama sama bisa
menjadi tempat berbagi.” Aku bersikap keras kepala seperti biasa. Menantang penguasa
dunia maut sepertinya menjadi kesempatan langka yang menyenangkan.
“Teman
tak akan mungkin bisa melakukan hal ini..” Dia menyambar wajahku dan
mendaratkan bibirnya di bibirku selama beberapa detik. Aku terkesiap dan
menarik wajahku karena terkejut, tidak menduga dia akan mencuri ciumanku lagi.
Curang sekali dia!
“Kau
mencurinya lagi dariku!” aku meraung putus asa.
“Apa
yang kucuri darimu?” katanya dengan terheran.
“Ciumanku,
bodoh! Sudah pernah aku katakan, jangan menciumku lagi, apalagi jika aku sedang
kesal padamu!”
“Aku
hanya menunjukan apa yang bisa kita lakukan jika kita adalah sepasang kekasih.
Dan kau tak bisa menolaknya.” Hades tersenyum pongah di depanku.
“Aku
tak mau menjadi kekasihmu. Kita berteman saja..” aku menggigit bibirku.
Mata
Hades membulat, “Kenapa?”
“Tak
ada yang bisa memutus ikatan pertemanan. Tapi selalu ada cara untuk memisahkan
kita, jika kita adalah sepasang kekasih.” Mengapa suaraku terdengar begitu
sedih?
Hades
menghembuskan nafas pelan, membawaku kedalam pelukannya. “Kau ini memang gadis
yang aneh. Beberapa menit yang lalu kau
marah padaku, dan mengataiku pencuri ciumanmu. Tapi di menit berikutnya
kau mengatakan kalau kau tak ingin berpisah denganku..” Senyum mengembang di
bibirnya.
“Tak
ada yang dapat memisahkan kita, Persephone. Bahkan jika Tartarus runtuh
sekalipun. Jangan ragukan kekuasaanku.” Hades mengecup puncak kepalaku.
“Kau
pun lelaki yang aneh, Hades. Beberapa waktu yang lalu kau buat aku marah dengan
kelakuan tidak sopanmu, menciumku tanpa permisi. Dan di waktu sesudahnya kau
membuatku merasa menjadi wanita paling beruntung karena dicintai seorang pria
yang sangat berkuasa. Adakah sistem kehidupan lain yang lebih rumit daripada
hubungan kita? Aku rasa tidak.”
“Ada
pepatah yang mengatakan, bahwa gadis yang baik diciptakan untuk lelaki yang
baik. Dan mungkin, gadis yang aneh pun diciptakan untuk lelaki yang aneh.
Yakinlah bahwa kau memang untukku.” Kata katanya bernada datar. Tapi aku
melihat kearah matanya, dan ada keyakinan membara di sana.
Aku
terdiam dan mengencangkan pelukanku padanya. Meresapi kenyamanan yang
ditawarkan hangat tubuhnya. Hades mengangkat tubuhku dan memutarnya seperti aku
anak berumur lima tahun. Aku tertawa riang, dan ia hanya tersenyum lebar.
Setelah berputar beberapa kali, akhirnya ia menurunkanku. Tapi aku masih
mengalungkan lenganku di lehernya sambil tertawa kecil.
“Kau
terlihat berbeda,” Hades tersenyum tipis, menyentuh pipiku dengan jarinya.
“Kau
pun begitu.” Aku masih saja tersenyum kearahnya.
“Bahagiakah
kau denganku?”
“Aku
sedang mengusahakannya, bersabarlah.”
Kembali
Hades mengembangkan senyumnya. “Percaya padaku, aku akan membahagiakanmu.”
Aku
meyentuh pipinya dan menatap kedua matanya. “Aku Percaya, Hades.”
“Masihkah
kau ingin kembali ke dunia atas?”
“Tentu
saja. Aku merindukan ibuku.” Hatiku menghangat mengingat ibuku. Aku sangat
merindukannya. Sedang apa dia di sana? Aku melamun panjang, mengabaikan Hades.
Mengingat wajah ibuku dan seluruh sifatnya.
“Aku
mengerti.” Kata katanya terasa menggantung di telingaku. Aku mengangkat kepala
dan menatap tepat di bola matanya, hijau semu bertemu hitam pekat. Kubuka
bibirku, “Ada apa,Hades?”
“Wajar
kau ingin kembali ke dunia atas, Persephone. Tapi aku takut kau tidak akan
kembali ke underworld mendampingiku.”
“Itu
pun yang aku takutkan, Hades. Tapi aku yakin kita akan temukan jalan
keluarnya.”
Kita
berdua menatap mata satu sama lain dan berakhir dengan senyuman indah.
“Apapun
jalan keluarnya, aku harap kita tak perlu berpisah selamanya, Kore.”
Aku
merasa mulutku membulat tanpa kusadari, “Bagaimana kau bisa tahu nama itu?”
“Sudah
aku katakan, aku ini kekasihmu, aku harus tahu apapun mengenaimu, bahkan hal
sepele sekali pun. Nama bukanlah hal yang sulit untuk dicari.” Hades terkekeh
pelan.
“Terima
kasih, Pluto. Senang kau tahu nama lainku.” Aku tersenyum kecut.
“Kenapa?
Apa ada masalah, Persephone?” Tanya Hades.
“Aku
hanya tak terbiasa dipanggil seperti itu.”
“Apa
pun namamu, kau tetap gadis bodohku. Tak boleh ada yang merenggut gadisku
dengan alasan apa pun.” Hades meletakan tangannya di puncak kepalaku dan
mengacak acak rambutku.
“Hades,
berhentilah merusak penampilanku dengan tanganmu itu!” Aku menekuk mukaku dan
menata rambutku yang kusut. Hades tertawa pelan dan menepuk kedua pipiku dengan
tangannya. Ia mengambil tanganku dan membawaku masuk kedalam istananya. Kita
berjalan menuju aula istana, dan ada yang berbeda dengan ruangan ini. Tiba tiba
ada meja panjang di tengah ruangan, dengan beberapa kursi mengelilingnya.
Beberapa batang lilin beserta tempatnya, menghiasi meja coklat itu.
“Untuk
apa ini, Hades?” Aku bertanya penuh keheranan.
“Kau
sudah tinggal di Underworld, tanpa
makanan untuk waktu yang cukup lama. Saat ini aku akan mengajakmu makan
bersamaku. Mungkin ini termasuk makan malam, tapi entahlah. Di sini kau kan
tahu tak pernah ada siang dan malam.” Hades menjelaskan sambil mengacak acak
rambutnya, membuatnya terlihat menggemaskan.
“Emm..
Hades, apakah makanan yang akan disajikan nanti, berasal dari Underworld?”
“Tidak,
aku meminta petugas istana untuk mengambil bahan makanan dari Upperworld. Kau tak perlu takut
memakannya.”
“Sungguh?
Kau sedang tidak berbohong ?”
“Aku
bersumpah atas nama harga diriku,Persephone. Jadi, sekarang kau harus makan,
karena aku sudah mempertaruhkan nama baik dan nilai jualku sebagai seorang
lelaki.” Betapa konyolnya dia, memberi perintah sekaligus melucu di saat yang
bersamaan. Mau tak mau, aku akhirnya duduk di sisi kanan meja, bersebelahan
dengan Hades yang duduk di ujung meja. Pesuruh Hades datang membawa beberapa
makanan, daging domba, sayur sayuran, ikan kakap merah yang baunya begitu
menggoda, dan sekeranjang penuh buah buahan. Mereka juga memberi piring
porselen, sendok, garpu serta pisau perak yang lumayan berat saat digunakan.
“Nikmati
hidanganmu, Nona.” Hades mempersilahkanku mulai. Aku menurut dan mengambil
daging domba, makanan paling dekat denganku. Ku iris pelan daging itu dan
memasukannya kedalam mulutku. Enak, pelayan Hades harus aku beri apresiasi
karena sudah mengolah daging ini dengan sempurna. Dan tentu saja aku ingin
belajar teknik memasak darinya, kucatat dalam hati rencanaku dalam hatiku. Aku
melanjutkan makan, bersama Hades yang mengambil hati sapi yang di masak
setengah matang.
“Ini
pertama kalinya aku makan bersama seorang gadis.” Hades berkata sambil
mengunyah makanannya. “Kau tak tahu betapa aku menikmati setiap detik momen
ini.”
Aku
tersipu, tak tahu bagaimana membalas kata katanya, “Berhentilah berbicara saat
mulutmu penuh makanan, Tuan. Kau terlihat seperti anak kecil.”
“Anak
kecil? Apakah aku selucu mereka?” Mata jenakanya nampak kembali bersinar. Aku
hanya meliriknya sebentar, memeletkan lidahku dengan cara kekanakan, dan
kemudian kembali menikmati makananku. Hades hanya tertawa pelan melihat
tingkahku.
Kita
selesai makan bersamaan. Perutku penuh, dan badanku terasa lebih segar. Aku
mengambil buah apel merah, menggenggamnya sebentar, dan dahiku sedikit
berkerut. Ada yang tak beres dengan buah ini, dan bahkan buah lainnya. “Hades,
kau bilang, pelayanmu mengambil seluruh makanan ini dari dunia atas, apa kau
yakin?”
“Seratus
persen. Ada sebenarnya?” Hades menanggapi dengan hati hati.
“Semua
buah ini, baru mereka petik?”
“Iya,
saat penghakiman akan selesai, mereka mulai memetiknya. Ada apa sebenarnya,
Persephone?” Hades mulai tidak sabar lagi.
“Buah
ini nampak..tidak sehat. Pucat dan tidak segar..” Aku tak melanjutkan kata
kataku.
“Apa
kau lebih suka buah yang lebih baru lagi? Aku akan meminta pelayanku memetik
buah lainnya yang lebih segar lagi untukmu.”
“Tidak,
panggilkan saja pelayanmu kemari.”
Hades
memanggil pelayannnya dengan satu seruan, dan yang datang adalah tiga perempuan
tua yang berjubah biru tua, ketiganya memiliki wajah berkisaran umur 40 tahun.
Tak ada yang menakutkan dari mereka. Mungkin mereka adulunya dalah roh manusia,
entahlah.
“Mohon
kalian jawab pertanyaanku dengan jujur. Apakah kalian yang memetik buah buahan
ini dari dunia atas?” Aku melontarkan pertanyaan pertamaku. Mereka semua
mengangguk dengan ragu ragu.
“Tak
usah takut, aku tak akan menyakiti kalian. Mengapa semua buah buahan ini
terlihat kering? Ada apa sebenarnya?” Aku menenangkan mereka. Aku tak suka
menyudutkan orang, bahkan jika aku sedang membutuhkan informasi yang maha
penting dan orang itu dengan keras kepala menutup rapat informasi yang
kubutuhkan itu.
Ketiganya
bertukar pandang, aku menunggu dengan sabar, dan Hades terlihat tidak tenang.
Akhirnya pelayan ketiga menjawab dengan suara pelan, “Kami tak tahu apa yang
terjadi di dunia atas, Nona. Semua tumbuhan mengering, tak ada yang dapat
tumbuh di lahan pertanian manusia. Rerumputan menjadi coklat, gandum seluruhnya
gagal panen. Hewan dan manusia mati kelaparan. Kami mohon maaf bila hidangan
kami tak dapat memuaskan anda, hanya ini yang dapat kami temukan, Nona.”
“Bagaimana
bisa tanaman tidak dapat tumbuh di dunia atas? Apa yang kalian tahu mengenai
hal itu?” Nafasku sedikit memburu, aku tahu, ini ada hubungannya denganku.
“Menurut
desas desus, hal in karena putri semata wayang Demeter menghilang, Nona. Dia
murka dan bersedih, menolak menumbuhkan seluruh tumbuh tumbuhan di bumi. Zeus
Yang Agung sudah berusaha membujuknya, namun gagal, andai saja putri Demeter
dapat secepatnya ditemukan dan kembali kepada Demeter Yang Malang, mungkin
keadaan ini dapat berakhir dengan secepat..”
“Cukup!
Kalian semua, kembalilah kebelakang!” Hades membentak pelayannya, dengan
tatapan yang amat mengerikan. Tangannya mengepal dan mulutnya terkatup rapat.
Aku dan ketiga pelayan Hades sama sama terlonjak. Mereka undur diri perlahan,
sebelumnya aku menghadiahkan buah buahan itu kepada mereka, dan mereka mengucap
terimakasih tanpa mengangkat kepala mereka, ketakutan.
“Hades,
kau sangat tidak sopan membentak para abdimu itu.” Aku mengingatkannya dengan
halus.
“Aku
tidak peduli. Mereka sangat lancang!”
“Lancangkah
mereka, memberi tahuku keadaan dunia luar yang selama ini berusaha kau
sembunyikan dariku?” Aku menjawabnya dengan nada datar. Hades terdiam, namun
kekesalan mesih tergurat di wajahnya.
“Ibuku
menderita di atas sana, kenapa aku tak berhak tahu, Hades?” Aku mendesah pelan.
“Kalau
kau tahu, kau akan merengek, memintaku mengembalikanmu kepada ibumu. Dan saat
kau kembali ke sana, aku tak punya kesempatan apa pun untuk membawamu kembali
kesisiku.” Nadanya penuh sarkasme dan tuduhan. Well, aku mulai kesal padanya setelah ia mengatakan hal yang
menyakitkan seperti ini.
“Kita
sudah membahas masalah ini ratusan kali. Aku akan selalu mnginginkan kembali ke
dunia atas. Tapi aku tak ingin, tak bisa, tak mampu meninggalkanmu. Bodoh, kapan
kau akan mempercayaiku? Berhentilah menyembunyikan sesuatu dariku.” Aku menjaga
suaraku agar tetap datar. Namun, gagal. Suaraku bergetar, menahan amarah dan
tangisan. Aku benci dia menyembunyikan hal sepenting ini dariku.
Hades kembali terdiam, menatap mataku. Mataku
yang mulai merah berkabut. Aku memalingkan wajahku. Tak ingin beradu pandang
dengannya. Aku menggigit bibir bawahku, usaha menahan tangisan yang biasanya
selalu sukses. Tapi sialnya kali ini gagal. Air mataku meleleh dari sudut mata,
menganak di pipiku.
Hades
mengangkat tangannya, tampak ingin menghapus air mataku. Tapi kutepis tangannya
itu dengan gerakan yang agak kasar. Tangan Hades terpaku sesaat di udara, dan
kemudian dia menurunkannya. Aku mengusap sendiri air mataku dengan punggung tangannya.
Hades menatapku dengan pandangan datar, tak ada penyesalan disana. Membuatku
semakin sakit. Teganya dia katakan aku harus percaya padanya, padahal dia
menyembunyikan rahasia semacam ini!
Acara
jamuan yang tadi terasa menyenangkan , kini terasa hambar dan menyakitkan. Aku
tak tahan lagi, ku usap air mataku sekali lagi dan bangkit dari kursi, ingin
kembali ke kamarku. Aku sedang berjalan menuju pintu, ketika tangan dingin
Hades menarik tanganku, aku terkaget dan refleks menolak tangannya, tapi Hades
melingkarkan tangannya di pinggangku, mengunci tubuhku pada tubuhnya.
Punggungku dapat merasakan tubuh bagian depannya, dinigin dan keras.
Aku
memberontak berusaha terbebas dari dekapan mendadaknya. Berkali kali aku
memaksa tangannya terlepas dari pinggangku, memukul tangannya, namun nihil.
Tangannya malah semakin mengencang. Aku menyerah, tenagaku tidak sebanding
dengannya. Kubiarkan dia melilit tubuhku seperti tanaman rambat, meresapi
tangisku yang sudah sedikit surut dari mataku.
Dia
menempelkan bibirnya pada bahuku, aku dapat merasa nafasnya pada kulitku. Dia
bergeser, bergerak menuju leherku, mengecupnya. “Kumohon, maafkan aku,
Persephone. Aku hanya tak ingin kau pergi dariku, tak ada niat untuk
membohongimu, apalagi menyakitimu.”
Aku
tak memberi respon apa pun. Aku masih marah padanya. Tapi tampaknya dia tak
mudah menyerah, dia mengencangkan pelukannya, membawa bibirnya kembali
menjelajahi bahu dan leherku, sambil mengucap namaku dan mengucap beribu maaf. Aku
memejamkan mataku, hatiku masih perih akibat kebohongannya. Akhirnya aku hanya
mengangkat tanganku, menggapai rambutnya. Memejamkan mataku, berusaha membendung segukan akibat air mata tololku ini.
“Kau Dewa terbodoh yang pernah aku kenal.”
******
To be continued ! :)
0 komentar
Pengunjung yang baik selalu meninggalkan komentar :)