Manusia dan Hujan
Hujan, dapat kita kata merupakan anugerah tuhan kepada bumi yang sepertinya mulai sekarat ini.
Tapi benarkahan begitu?
Tak jarang kita melihat orang yang melihat hujan sebagai suatu petaka. Baik itu yang skalanya kecil, sampai yang besar. Petaka kecil dapat kita lihat, misal saja, dampak hujan kepada Jemuran ibu kita. Iya, Jemuran. Tampaknya memang hal yang sepele, tapi bayangkan jika di tempatmu turun hujan berhari hari, tanpa pernah matahari sekilas menampakkan diri. Apa yang akan kalian kenakan esok hari? Beratus ibu ibu di Indonesia mungkin sedang galau memikirkan nasib jemuran mereka saat ini, karena kebetulan, dari tadi siang hingga malam ini cuaca terlihat tak bersahabat.
Hujan mengguyur sedari tadi. Belum lagi anak sekolah yang akan berangkat atau pulang sekolah. Umpatan tak mengenakan telinga terkadang keluar dari bibir mereka, karena kesal tak bisa berangkat sekolah dengan keadaan cantik,kering,dan wangi. Atau karena tak bisa sekedar pulang awal agar bisa menikmati tidur siang yang nyaman di kasur mereka. Masih untung kalau bawa mantel, bagaimana jika tidak? Lebih repot lagi, tentu :)
Hujan mengguyur sedari tadi. Belum lagi anak sekolah yang akan berangkat atau pulang sekolah. Umpatan tak mengenakan telinga terkadang keluar dari bibir mereka, karena kesal tak bisa berangkat sekolah dengan keadaan cantik,kering,dan wangi. Atau karena tak bisa sekedar pulang awal agar bisa menikmati tidur siang yang nyaman di kasur mereka. Masih untung kalau bawa mantel, bagaimana jika tidak? Lebih repot lagi, tentu :)
Atau bisa kita contoh lain. Bagaimana jika kamu, adalah seorang pedagang martabak kaki lima yang berdagang di tempat seadanya? Kalau cuaca sedang bersahabat, untung bisa diraih. Tapi bagaimana jika tiba tiba turun hujan? Jelas, orang-orang akan malas keluar rumah jika hujan besar menyapa daerah tempat tinggal kalian. Kalau begitu, siapa yang akan membeli martabak kalian? Padahal dagangan kalian belum habis, masih tersisa belasan telur bebek dan berhelai daun bawang. Belum lagi daging ayam dan sapi yang biasanya di jadikan bahan campuran akan dengan cepat menjadi bau dan tidak layak konsumsi.
Petaka skala besar, tak perlu saya bahas panjang panjang lagi di sini. Jelas bahwa hujan menjadi salah satu penyongkong terjadinya bencana banjir di bumi pertiwi kita, walau bukan mejadi faktor utamanya. Lain banjir, lain pula longsor. Jelas longsor lebih mudah menghantam wilayah di area dataran tinggi saat hujan besar datang. Slogan tebang pilih dan reboisasi nampaknya belum cukup ampuh dalam menghentikan longsor mengerikan ini,
Tampaknya hujan memang sudah bisa kita kategorikan sebagai peringatan tuhan dan cobaan kepada umatNya.
Tapi benarkah selalu begitu?
Sekarang mari kita bayangkan jika kita adalah seorang tukang ojek payung. Rasakan kebahagiaan mereka saat hujan datang mengguyur bumi dan lihatlah semangat juang mereka untuk menghidupi keluarga mereka. dengan bermodalkan satu atau dua gagang payung. Mereka mengantar orang orang yang tak ingin penampilannya rusak karena siraman air dari langit ini. Dengarkan ucap syukur mereka saat mereka menerima uang upah dari orang high class yang barusan dia naungi dengan payung bututnya. Uang itu memang tak lantas membuatnya menjadi priyayi, tapi setidaknya uang itu dapat mengganjal perut mereka semalam. Ini semua karena satu kejadian bernama hujan.
Belum cukup? Mari kita bayangkan jika kita hidup di daerah Timur Tengah. Nun jauh di sana, banyak orang yang begitu merindukan alunan dan rintik hujan. Konon, hujan di daerah terkering di Timur Tengah hanya datang dua kali dalam setahun. Padahal kita tahu, sebagian besar negara Timur Tengah adalah darah terkering di Benua Asia. Jadi, apakah kamu dapat membayangkan bagaimana mereka merindukan bau pasir dan tanah kering yang akhirnya tersapu air hujan?
Lewat tulisan ini, aku ingin agar kita tak melihat suatu hal dari salah satu sisi saja. Ada banyak hal yang dapat kita pelajari dan kita petik jika kita mau mengulasnya sedalam mungkin. Seperti pedang, ada dua sisi di kehidupan yang keras ini. ada sisi di mana kamu akan berada di bagian tergelap dalam hidupmu, dan sisi yang lain menjadikanmu orang paling beruntung di dunia kecil ini.
Dan kedua sisi inilah yang menjadi penyeimbang hidupmu. Karena hidup ini hakikatnya terdiri dari seperuh kesedihan dan duka, serta separuh kebahagiaan dan kesenangan. Tetap semangat dan jangan mudah menyerah, selalu ada sisi positif di setiap luka yang kamu alami. Cheers! :)
0 komentar
Pengunjung yang baik selalu meninggalkan komentar :)